Suara Keheningan | Ino Sigaze
Tawaran solusi akan menjadi berguna, jika ada gerakan hati untuk semakin mencintai bumi mulai dari diri sendiri.
Beberapa hari ini banyak penulis mengangkat tema bumi. Ya, sebuah tema penting karena berkaitan langsung dengan di mana semua manusia itu hidup. Pertanyaan di mana manusia hidup, tentu mudah dijawab karena tuntutan dari pertanyaan hanya sekadar mengenal tempat. Di planet bumi semua manusia ini hidup.
Akan menjadi tidak gampang lagi, jika ditanyakan kepada manusia tentang bagaimana tanggung jawabmu pada tempat di mana kamu hidup. Atau apakah kamu mengenal keadaan tempat di mana kamu hidup? Apa yang bisa kamu lakukan untuk tempat itu, agar wajahnya tetap ramah dan menawan?
Bumi tempat hidup manusia dan seluruh makhluk ciptaan lainnya yang berada di bumi tentu punya hubungan keterkaitan satu dengan yang lainnya. Hubungan tidak terpisahkan antara manusia dan bumi inilah yang menjadikan pantas kalau dibicarakan tentang tema tanggung jawab manusia terhadap bumi.
Umumnya sebagian besar penduduk dunia ini atau penghuni planet bumi ini tahu atau sekurang-kurangnya pernah mendengar, bahkan pernah berbicara dan memikirkan terkait krisis ekologi.
Namun, kadang istilah itu terlalu tinggi dibicarakan sebagai istilah ilmiah bahkan filosofis, yang pada akhirnya manusia sendiri tetap merasa jauh dari tanggung jawabnya. Mengapa?
Hal ini karena istilah itu berkaitan dengan konsep dan refleksi spiritual terkait kecenderungan negatif manusia. Memiliki konsep spiritual itu baik, namun akan lebih baik lagi, kalau sampai pada kesadaran akan tanggung jawab nyata.Manusia mengabaikan tanggung jawab praktisnya pada alam.
Bahkan bumi dan segala kandungan kekayaannya dipakai sewenang-wenang hanya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya.Saya tidak mau terjebak dengan pembahasan yang cuma terkait istilah. Karena istilah apa pun itu, tidak akan pernah menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi.
Pertanyaannya apa sih persoalan terkait bumi kita saat ini?
Persoalan terkait bumi saat ini, mungkin hanya bisa manusia yang menjawabnya. Kalau kita jujur mengatakan seperti kesan dan bahkan kenyataan bumi kita saat ini, maka bisa saja ada jawaban seperti ini:
1. Bumi kita punya wajah yang kering dan gersang
Wajah kering bumi ini bukan semata-mata karena pemanasan global. Akar terdalam dari wajah bumi yang kering itu karena hilangnya kesadaran manusia tentang betapa pentingnya wajah bumi yang teduh dan hijau.
Wajah yang teduh dan hijau telah berubah menjadi kering atas dasar tindakan manusia. Manusia dewasa ini bisa jadi punya kepuasan tersendiri ketika bisa hidup dalam belahan dunia yang dikatakan modern.
Modern dalam arti yang paling sederhana adalah hidup dalam lingkup kemajuan teknologi yang begitu jauh dari alam yang masih ditumbuhi pohon-pohon atau hutan lainnya.Tentu konsep seperti itu adalah bentuk dari kepuasan yang salah.
Meskipun demikian, manusia sendiri tidak bisa menyangkal dari kenyataan bahwa semakin modern hidupnya, semakin jauh dia dari alam yang teduh dan hijau itu.Perjuangan manusia untuk hidup dalam kemodernan, terkadang menyeret manusia sendiri tanpa sadar masuk ke dalam situasi bencana. Mungkin pembaca asing dengan formulasi pernyataan ini.Saya mengangkat sebuah contoh, sebelum penduduk NTT belum mengenal hidup sebagai perantau yang merantau di Malaysia.
Umumnya petani di desa-desa tidak pernah mengenal nama obat-obatan kimia seperti roundup.Roundup adalah sejenis zat kimia yang bisa mematikan tumbuhan sampai ke akar-akarnya. Sejauh pengamatan pribadi, dalam sepuluh tahun saja, tumbuhan alang-alang terasa hampir punah. Bagi para petani yang baru saja kembali dari Malaysia, mereka begitu berbangga bahwa merekalah orang hebat karena bisa menemukan obat mujarab yang bisa membasmi alang-alang.
Alang-alang dibenci oleh karena rupanya mirip tumbuhan padi. Tumbuhan alang-alang memiliki akar-akar yang merambat di dalam tanah, bahkan tergolong susah untuk dimatikan.
Nah, petani-petani desa memang tidak punya wawasan yang cukup terkait fungsi dari alang-alang itu, selain mereka ingat akan masa lalu yang jauh dari kemodernan itu, seluruh atap rumah mereka pakai alang-alang.Padahal fungsi alang-alang itu luar biasa sebagai penahan erosi.
Punahnya alang-alang, sama dengan petani itu sendiri membukakan pintu untuk bencana banjir, erosi dan lain sebagainya. Memang banjir dan erosi tidak hanya disebabkan semata-mata oleh karena punahnya tumbuhan alang-alang yang bisa hidup di mana saja. Fokus perhatian saya dalam pembahasan ini adalah budidaya alang-alang sebagai tumbuhan alternatif yang bisa mengubah kembali wajah bumi.
2. Bumi kita punya badan yang penuh luka
Bumi dengan badan penuh luka itu saya sadari ketika saya melihat sendiri bagaimana cara pengusaha menambang pasir sungai di Pisombopo, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Flores, NTT.
Sudah hampir tujuh tahun pengusaha tambang pasir itu masih terus menggali pasir-pasir di tengah-tengah sungai hingga mencapai kedalaman lebih dari 10 meter dan sudah melebarkan sungai.
Bertahun-tahun pasir itu ditambang, namun pengusaha tanpa punya rasa bersalah, padahal dampak dari penggalian itu sudah terlihat jelas melalui peresapan air. Peresapan air itu sendiri telah mengakibatkan mengeringnya tumbuhan kelapa puluhan hektar di bagian bawahnya.
Ini cuma salah satu contoh dari sekian banyak tambang yang ada di Flores atau di mana saja. Nah, inilah dilema bangsa kita. Pada satu sisi, kita ingin agar memiliki hidup yang lebih maju, lalu membuka kesempatan bagi investor asing untuk bergerak dalam banyak bidang, termasuk tambang pasir misalnya.
Namun, pada sisi yang lain, kita tidak kritis, kebanyakan usaha tambang itu menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Tentu, pihak pemilik modal, pihak yang punya kuasa memberikan perizinan, pihak yang punya tanah. Padahal dampak dari tindakan beberapa pihak ini dirasakan oleh begitu banyak orang.
Nah, bagaimana kebijakan pemerintah terkait hal ini. Saya pikir kalau toh kebanyakan tambang pasir itu merugikan banyak orang dan merusakkan alam dan lingkungan, mengapa diberikan perizinan?
Pemerintah mestinya memiliki program yang mengobati wajah dan tubuh bumi yang luka atau lebih baik memberikan vitamin kesehatan dan kehidupan.
Karena itu, saya memberikan 4 alternatif solusi agar bumi kita sembuh dan memiliki wajah yang teduh dan hijau:
1. Perlu ada gerakan bersama untuk mencintai alam. Gerakan cinta alam dan bumi ini mulai dengan penyegaran wawasan mulai dari para petani di desa-desa sampai ke pengusaha-pengusaha. Ya, terkait dampak dari penggunaan zat kimia dan dampak dari tambang bagi lingkungan.
2. Pemerintah perlu menjadi pelopor untuk kembali ke gerakan penghijauan. Masyarakat perlu disadarkan untuk menanam pohon-pohon pelindung dan pohon-pohon penghasil air.
3. Budidaya alang-alang perlu menjadi program pilihan, terutama di daerah-daerah yang rawan erosi, banjir, dan bencana lainnya.
4. Perizinan tambang perlu ditinjau kembali, sejauh sudah menunjukkan indikasi kerusakan lingkungan alam. Bila perlu harus ada tuntutan ganti rugi untuk pemulihan lingkungan yang telah dirusakan.
Demikian beberapa ulasan tentang wajah bumi dan alternatif cara pandang agar wajah bumi kita sembuh dan memiliki wajah yang teduh dan hijau. Tentu ada banyak sekali alternatif dan cara pandang lain yang senada dengan arah yang sama agar wajah bumi menampakkan wajah yang ramah.
Salam berbagi, 24.04.2021.
Mau baca tulisan aslinya, klik di sini: 4 Solusi Alternatif Merawat dan Menyembuhkan Wajah Bumi Halaman 1 - Kompasiana.com