Suara Keheningan | Yancen Wullo
Perjalanan itu menyenangkan bila sungguh dinikmati. Selain suasana alam, juga suasana perjalanan itu sendiri. Butuh sedikit waktu untuk ber-“pause” sekedar menarik nafas, menatap sebentar kemudian melanjutkan perjalanan. Memandang dari atas, menikmati di sekitar, menatap ke langit adalah bagian dari ekspresi nikmatnya sebuah perjalanan. Waktu berhenti sejenak bukan berarti tanpa aksi.
Waktu, walau sejenak ia berarti dan tak akan kembali lagi. Mengisi waktu sejenak, menjadikan waktu itu penting dan berarti. Sepanjang jalan dari kota Medan menuju Sidikalang, terdapat banyak tempat persinggahan yang indah dan menyenangkan.
Sebut saja di Berastagi, kota dingin dan sejuk itu. Dikenal sebagai kota Pariwisata terpopuler yang selalu ramai dikunjungi. Diapit oleh dua gunung berapi, Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung. Orang-orang tidak sekedar mampir melainkan bisa berhari-hari ada di sana.
Ada hamparan sawah, deretan hotel-hotel megah, ada home stay dan jualan-jualan yang menarik hati. Buah-buahan, sayur-sayuran serta Bunga-bunga indah di sepanjang jalan itu dijual sehingga memiliki daya tarik sendiri. Walau tak bisa berlama-lama di sana, cukup singga sebentar, hati terasa sejuk dan tenang.
Tak hanya itu, perjalanan melewati beberapa tempat wisata lainnya yang bisa dijadikan tempat singgah. Rumah-rumah makan khas Batak dan Karo (BPK) memberikan aroma keharuman, masakan khasnya, serta minuman-minuman yang tersaji dengan lezatnya.
Selain itu di beberapa tempat ada pondok-pondok penatapan. Letaknya selalu di pinggir jalan yang terjal dan bertebing. Disitu dijadikan tempat istirahat sejenak bagi para penikmat alam. Selain itu ada tempat nongkrong yang begitu memukau.
Pandangan kita tertuju kepada hamparan hutan luas dan kampong-kampung yang jauh. Kabut menyelimuti daerah-daerah itu menambah semakin eksotiknya panorama itu. Sambil menikmati minuman kopi atau badrek sambil menatap ke alam sekitar bukan hal yang biasa.
Orang bercerita dengan mata tertuju jauh di sana, berfoto, dan lain sebagainya. Tak ada yang melarang dalam berekspresi. Menikmati makan dan minum (walau hanya jagung bakar, telur sebutir) para pengnjung menikmatinya dengan penuh sukacita.
Walau waktunya tak lama, namun tak pernah membosankan. Berhenti sejenak bukan membuang waktu, melainkan menjadikan waktu itu berharga.Terkadang perjalanan itu menjenuhkan jika tak ada jeda untuk berhenti sejenak.
Rasa ngantuk membuat orang tertidur lelap dan terbuai dalam mimpi. Rasa jenuh membuat orang menjadi malas untuk bergerak dan melakukan sebuah perjalan banyak memilih berhenti dan tidak melakukan apapun juga.
Rasa jenuh dipandang sebagai “situasi batas” yang mematikan daya juang dan berpasrah pada keadaan. Dalam situasi inilah waktu dilihat sebagai sebuah kesia-siaan yang berlalu tanpa makna. Padahal waktu tak akan pernah kembali.
Waktu berjalan terus tanpa makna dan arti sebab waktu dilihat sebagai sesuatu yang membosankan. Biarlah waktu ini berlalu toh ia tidak bermakna bagiku, demikian anggpannya. Pondok-pondok penatapan, tempat berhenti sejenak.
Tidak untuk berlama-lama. Tak butuh banyak waktu untuk berada di sana. Ia membutuhkan waktu sekejap namun waktu itu sangat berarti. Yang membuat jenuh ketika waktu berhenti sejenak tak bisa dinikmati. Dibiarkan saja berlalu.
Yang terjadi sebaliknya, tuntutan agar segalanya butuh cepat, proses pun harus bergerak singkat, mental instan, berhenti sejenak sebagai suatu kesempatan hanya untuk membuang waktu dan tenaga. Untuk apa berhenti sejenak? menjadi sebuah pertanyaan yang mengganggu.
Padahal kita butuh waktu sejenak untuk berhenti dan beraksi.Berhenti sejenak bukan berarti pasif tanpa aksi. Singkatnya waktu bukan berarti tanpa makna. Menarik nafas, mengumpul kekuatan, melihat kemampuan, mengevaluasi serta membangun harapan untuk menatap lagi masa depan dengan sebuah keyakinan penuh bahwa hidup mesti terus berjalan untuk menggapai tujuan.
Waktu ini hening dalam kesendirian. Membiarkan hati, pikiran dan perasaan dikuasai oleh waktu hening, di sana kita menemukan kembali kekuatan yang hilang. Membangun harapan yang sirnah, dan memperkuat keyakinan kita untuk maju ke masa depan yang menjanjikan.
Tak perlu kita terus berjalan tanpa henti. Kita butuh waktu sejenak untuk berhenti dalam keheningan, disitulah raga kita kuat, hati kita tidak rapuh, dan harapan kita dibangun. Kita berjalan dalam waktu. Waktu membuat kita menjadikan perjalanan itu berarti dan kitapun dimampukan dalam semua proses itu.Jangan takut memberi waktu walau hanya sejenak.
Tak ada yang bisa menahan waktu yang berjalan. Waktu hanya bisa diisi, bukan dibiarkan berjalan tanpa makna. Rasa bosan dan jenuh ketika perjalanan itu monoton, tanpa kreasi dan kaku. Waktu membuatmu sadar bahwa pada satu titik engkau mestinya berhenti pada pondok-pondok penatapan itu.
Masuk ke dalam pondok-pondok itu. Duduklah sebentar menikmati perjuanganmu, berdiri dan tataplah sisa waktumu dan bagunlah berjalan pada jalan yang ditentukan sehingga sampailah engkau pada impianmu dengan semangat.
Di sinilah engkau sungguh memaknai waktumu, hari-harimu dengan penuh sukacita. Jika waktumu terasa cepat berlalu janganlah engkau biarkan dia berlalu saja. Rebutlah waktu itu dan ulangi apa yang telah engkau perbuat bersamanya.
Jika saat ini engkau ada bersamanya, jangan lupa untuk menjadikan bermakna. Namun jika waktu itu terasa lambat, maka cepatlah menjemputnya dengan hal yang berarti. Dan jika waktu itu sudah berlalu, maka jangan engkau sesali apa yang telah terjadi.
Waktu itu berarti bagi mereka yang ingin menggunakannya. Walau engkau berhenti sejenak, jangan lupa nikmatilah waktumu itu sehingga di hari tuamu engkau sungguh merasa nikmat dengan lamanya waktu hidupmu.
Janganlah di hari tuamu engkau masih berkata, waktu ini berlalu begitu cepat tanpa makna.