Suara Keheningan | RP. Stef. Buyung Florianus, O.Carm
Oktober adalah bulan Rosario bagi orang Katolik. Sepanjang bulan tersebut, kita diundang untuk semakin mencintai Maria sebagai Ratu Rosario. Rosario adalah doa yang sangat kaya. Rosario bukan hanya sebuah ungkapan devosi kita kepada Bunda Maria, tetapi juga ungkapan cinta kita akan Injil, sabda Tuhan. Oleh karena itu, saya mengundang kita semua untuk merenungkan ROSARIO: BERJALAN DALAM TERANG INJIL.
Ringkasan Injil
Rosario bukan sekedar sebuah doa, tetapi justru mengungkapkan sesuatu yang jauh lebih mendalam. Rosario juga bukan hanya sebuah devosi kepada Bunda Maria, melainkan juga mengantar kita perjumpaan kita dengan Yesus, sebagaimana dikisahkan dalam Injil.
Itulah sebabnya, Paus Pius XII menyebut Rosario sebagai ringkasan Injil. Bahkan dalam Anjuran Apostolik Marialis Cultus, Paus Paulus VI menegaskan kembali dengan mengatakan bahwa Rosario adalah Injil Suci menurut Maria (bdk. MC 42). Paus Yohanes Paulus II dalam Surat Apostoliknya mengenai Rosario Perawan Maria menegaskan ungkapan yang sama (bdk. RVM 19).
Rosario mengingatkan kita akan misteri penting dalam sejarah keselamatan. Sang Sabda berkenan menjadi manusia dan tinggal di antara kita (bdk. Yoh 1:14). Paus Paulus VI mengatakan, “Rosario sekali lagi menempatkan di hadapan kita sebuah misteri mendasar dari Injil-Inkarnasi Sabda, yang direnungkan pada saat yang menentukan dari Kabar Sukacita kepada Maria.” (MC 44).
Selain itu, melalui Rosario kita juga merenungkan misteri hidup dan karya pelayanan Yesus di hadapan umum yang berpuncak pada misteri paskah: penderitaan, wafat, dan kebangkitan serta kenaikan-Nya ke dalam surga (bdk. MC 45, RVM 19). Rosario juga menunjukkan kepada kita bahwa doa tersebut berpusat pada seorang pribadi, yaitu pribadi Kristus sendiri.
Paus Paulus VI menegaskan doa Rosario memiliki orientasi Kristologis yang jelas. Melalui doa Salam Maria yang kita ucapkan terus menerus, kita mengulangi apa yang disampaikan oleh Malaikat Tuhan dan Elisabet kepada Bunda Maria. Dia mengatakan, “Sebagai doa Injil, yang dipusatkan pada misteri Inkarnasi yang menyelamatkan, Rosario adalah doa yang memiliki orientasi kristologis yang gamblang.
Unsurnya yang paling khas adalah pendarasan Salam Maria secara berantai. Bentuk yang mirip litani ini dengan sendirinya menjadi pujian tanpa henti kepada Kristus, yang menjadi puncak baik dari kabar malaikat maupun dari salam ibu Yohanes Pembaptis, ‘terpujilah buah tubuhmu.’ (Luk 1:42).” (MC 45; RVM 18).
Paus Benediktus XVI pernah mengatakan, “Kristus diletakkan pada pusat kehidupan kita, waktu kita, kota kita, melalui kontemplasi dan meditasi tentang misteri-misteri suci gembira, terang, sedih dan mulia.” (Basilika St. Maria di Maggiore, Roma, Sabtu, 3 Mei 2008).
Pelita bagi langkah hidup ini
Sang pemazmur mengatakan, “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” (Mzm 119:105). Dalam nada dan semangat yang sama, kita bisa katakan tentang Rosario sebagai ringkasan Injil ini. Rosario adalah sarana bagi kita untuk belajar percaya.
Sabda Tuhan sungguh menjadi pegangan dan kekuatan dalam suka dan duka kehidupan kita. Injil menjadi pedoman hidup kita dalam terang dan gelapnya pengalaman hidup ini. Tuhan sungguh memahami apa yang paling kita butuhkan.
Itulah rahmat pembebasan, keselamatan dan kehidupan. Dari Maria, kita belajar untuk percaya. Bersama dia, kita berjalan bersama dalam iman akan Yesus Kristus, Puteranya. Kita bersukacita dalam kemujuran. Kita dikuatkan dalam situasi tak berdaya. Kita diteguhkan, ketika kita merasa seakan-akan sendirian dalam perjalanan hidup ini.
Dalam doa Rosario kita mengenal 3 peristiwa: gembira, sedih dan mulia, lalu ditambahkan peristiwa terang sejak tahun 2002. Bukankah kita juga mengalami silih berganti sedih dan gembira, perendahan dan pemuliaan, terang dan gelap dalam hidup ini. Paus Yohanes Paulus II dalam Surat Apostoliknya mengenai Rosario Perawan Maria mengatakan, “Dapat dikatakan bahwa setiap peristiwa dalam doa Rosario, kalau direnungkan secara seksama, akan mengungkapkan dengan jelas misteri hidup manusia.
Sang Penebus adalah manusia kudus. Maka, sangatlah wajar bahwa dalam perjumpaan dengan Dia, kita membawa serta segala masalah, kecemasan, jerih payah, dan usaha-usaha yang menjadi utuh dari hidup kita. ‘Serahkan kekuatiranmu kepada Tuhan, maka Ia akan memelihara engkau.’ (Mzm 55:23). Berdoa Rosario berarti menyerahkan beban-beban hidup kita kepada Kristus dan bunda-Nya yang murah hati.” (RVM 25).
Paus Yohanes Paulus II juga membagikan pengalamannya ketika masih muda. Rosario menjadi teman hidupnya. Ia mengatakan, “Sejak tahun-tahun mudaku, doa Rosario memainkan peran penting dalam kehidupan rohaniku… Doa Rosario telah menemani saya pada saat suka dan pada saat duka. Pada doa Rosario itulah saya mempercayakan setiap keprihatinan; dalam doa Rosario saya selalu mendapatkan peneguhan.” (RVM 2).
Akhirnya...
Ternyata doa Rosario itu sangat sederhana, namun sungguh mendalam. Doa ini bukan hanya menunjukkan cinta kita kepada Bunda Maria, melainkan juga cinta kita kepada Kristus melalui Bunda-Nya. Inilah doa yang sungguh Injili. Bahkan disebut sebagai “Doa Injil” (MC 44. 46). Dengan berdoa Rosario, kita sungguh BERJALAN DALAM TERANG INJIL. Marilah kita bukan hanya memiliki Rosario, tetapi tekun mendaraskannya siang dan malam.