Siapa yang mendengarkan Sabda Yesus pasti merasakan ada ketegangan dan pertentangan. Mengapa demikian? Manusia dalam hidup yang konkret ini selalu saja mengambil keputusan. Ketika orang hendak mengambil keputusan, muncul pertimbangan-pertimbangan yang tentunya berasal dari tuntutan ajaran Yesus, dari prinsip umum, tuntutan sosial lainnya yang muncul melalui pikiran dan terutama dari suara hati.
Sebagian orang hanya bisa melihat dengan gampang bahwa semua itu bisa berjalan dan berhasil dengan baik, tanpa mempertimbangkan bagaimana proses pengambilan suatu keputusan supaya semua berjalan dengan baik. Meskipun demikian, tidak semua orang bisa memiliki cara dan pendekatan seperti itu, adakalanya orang lebih memilih lari menjauh daripada mengambil suatu keputusan.
Kita bisa belajar dari Yesus dalam cerita Injil hari ini. Yesus tahu bahwa jalan-Nya bukanlah suatu pelarian, bukan juga suatu penyangkalan, tetapi secara kritis berdiskusi dan bekerjasama secara bertanggung jawab.
Peran penting dalam sejarah dunia adalah raja Persia Kyrus atau Koresh, dialah seorang figur yang dikasihi Allah. Allah memberikan kepadanya kehormatan dan kekuasaan. Pada tahun 538 sebelum Kristus, Koresh merebut Babel dan bagi orang Israel pembuangan Babel adalah suatu akhir.
Dalam sejarah yang profan, hal yang diperhatikan tidak hanya sejarah sebagai suatu peristiwa yang telah terjadi, tetapi juga berkaitan dengan peran figur-figur yang terlibat dalam sejarah. Peran pembebasan Israel dari Babel tentu atas pertolongan Allah.
Peristiwa Babel bisa menjadi sejarah yang membuka mata manusia untuk melihat prioritas dalam hidup. Dalam menunjukkan prioritas ini, Yesus dihadapkan dengan pertanyaan dan diskusi. Namun, siapa yang bertanya kepada Yesus, dia akan mempertaruhkan bahwa Yesus akan mengatakan lebih banyak daripada apa yang dia ingin ketahui. Apakah kaiser di Israel berhak atas pajak? Yesus menjawab pertanyaan itu, sebagaimana lazimnya Ia sering lakukan dengan suatu tuntutan: Berikanlah kepada kaiser, apa yang menjadi milik kaiser dan berikanlah kepada Allah, apa yang menjadi milik Allah. Tampak cuma dua tuntutan, namun yang terpenting adalah bukan Kaiser dan bukan juga pajak, tetapi apa yang dikehendaki Allah. Apa yang menjadi prioritas dalam hidupku? Apakah semua yang saya miliki itu dengan nilainya yang bisa diukur manusia?
Allah memberikan apa yang dimiliki-Nya. Itu hanya berarti bahwa Dia harus menjadi tempat pertama dan ditempatkan sebagai prioritas. Dan tentunya kita menjadi mampu untuk memberikan segala sesuatu yang bernilai itu kepada yang lain.
Ino Sigaze, O.Carm