Ada banyak kisah yang dapat kita simak dari berbagai orang kudus. Bahkan dari sekian banyak orang kudus, pengalaman rohani mereka menjadi sangat berarti ketika mereka melukiskan hubungan rohaninya bersama Allah. Kedekatan antara manusia dan Allah melukiskan gambaran pribadi yang otentik. Santa Teresa Avila adalah salah satu tokoh Gereja yang menaruh perhatian khusus pada pengalaman rohani. Santa Teresa sangat peka terhadap aspek relasi pribadi dengan Allah baik bagi dirinya maupun bagi para anggota komunitasnya dan Gereja umumnya. Santa Teresa adalah seorang biarawati kontemplatif. Ia berasal dari Avila sebuah kota di Spanyol. Teresa terlahir dengan nama Teresa de Cepeda y Ahumada pada 28 Maret 1515 dari pasangan Don Alonso Sanchez de Cepeda dan Doña Beatriz de Ahumada. Ia berasal dari keluarga yang bahagia (The Spring of Carmel: 1993).
St. Teresa memutuskan untuk masuk biara pada tahun 1535. Ia bergabung dalam persaudaraan Karmel di Biara Inkarnasi Avila (The Spring of Carmel: 1993). Perjalanan kerohanian Teresa tampak dari sikap dan ajarannya yang serius tentang hidup rohani. Teresa Avila mempunyai beberapa karya yang menjadi pegangan bagi komunitas-komunitas religius maupun kehidupan rohani Gereja saat ini. Perjalanan hidup Teresa mencapai titik kulminasi pada reformasinya. Latar belakang dari seluruh reformasinya diawali dengan gambaran komunitas yang menurutnya tidak sesuai dengan yang dibayangkannya. Kehidupan komunitas yang terlalu sibuk dan jumlah anggota yang terlampau banyak (180 suster) menimbulkan kesan bahwa cara hidup demikian jauh dari kesederhanaan dan corak kontemplatifnya. Dari persoalan ini timbul sebuah keinginan untuk mengubah hidup dan komunitasnya menjadi lebih serius berorientasi kepada spiritualitas Karmel. Ia ingin menghidupi secara gamblang Regula asli Ordo Karmel yang dihidupi para karmelit awali yang diberikan oleh St. Albertus dari Yerusalem bukan yang sudah dibaharui oleh Inosensius IV.
Sikapnya ini tentu didasarkan pada alasan yang kokoh. Ia tidak ingin terlena dengan hal-hal duniawi. Ia melihat adanya kemunduran dalam hal doa, kesederhanaan hidup dan keheningan batin dan keheningan komunitas. Oleh karena itu, ia memimpikan komunitas yang sungguh-sungguh menghayati hidup Karmel dalam dinamika kontemplasi yang ketat.
St. Teresa Avila digelari kudus dan diangkat sebagai doktor Gereja dalam bidang doa karena ajaran dan teladan hidupnya. Santa Teresa dengan terbuka menulis kisah-kisah perjalanan hidup rohaninya. Pergumulan batin yang dialami ditulis dalam buku yang menjadi harta berharga bagi para Karmelit dan juga bagi Gereja universal. Santa Teresa menyebut dirinya orang yang kurang terpelajar yang selalu menyerahkan kebenaran isinya untuk dilihat dan diteliti oleh orang-orang yang terpelajar. Namun, Gereja melihat ada keunikan pemikiran seorang wanita sederhana ini untuk mengajar sesama lewat pengalaman pribadi demi menghantar orang untuk mencapai kesempurnaan hidup dalam hadirat Tuhan. Karya-karya St. Teresa yang terkenal antara lain Autobiography (Riwayat Hidup St. Teresa), The Way of Perfection (Jalan Kesempurnaan), The Book Of Foundation (Pendirian Biara-biara Pertama), dan The Interior Castle (Puri Batin).
Hampir seluruh buku St. Teresa berisi pengalaman hidup rohaninya. Ia juga memberikan gambaran yang hampir serupa dalam setiap bukunya. Ia tidak hanya menyebut Tuhan sebagai Kekasihnya tetapi juga sebagai Sahabat dan Raja. Landasan utama yang ditanamkan St. Teresa adalah cinta. Cinta menjadi warna dasar dalam seluruh karyanya. Perjalanan rohani itu terarah pada persatuan yang mesra dengan Tuhan. Jiwa mencapai pernikahan rohani di mana Allah-lah mempelainya yang sejati. St. Teresa juga selalu menggunakan analogi jalan dan air. Sama seperti ia melukiskan perjalanan rohaninya dan melihat air sebagai sumber hidup yang menyegarkan dan memuaskan jiwa. Begitu pula jalan yang melukiskan ziarah atau perjalanan rohani menuju hadirat Tuhan.
Bagi Gereja, ajaran St. Teresa sangat menolong perjuangan kita untuk merasakan kebaikan Tuhan dalam perjalanan panggilan kita sebagai anggota Gereja. Teladan hidup St. Teresa telah membuktikan bahwa jalan menuju Allah ada di setiap pengalaman hidup sehari-hari. St. Teresa menunjukkan jalan kesempurnaan itu melalui cinta, kelepasan dan kerendahan hati. Bagi St. Teresa doa harus lahir dari hati dan terungkap dalam pengalaman konkret. Kehidupan sosial kita menunjukkan relasi kita dengan Allah. Sebagai guru doa, St. Teresa selalu memberikan pengalaman doa dalam setiap karyanya. Namun, hal mudah yang dapat kita teladani adalah semangat dan kesetiaannya. Bagi St. Teresa baik doa vokal maupun doa batin merupakan jalan menuju kontemplasi. Keduanya mempunyai nilai yang sama tanpa melebihkan yang satu dan merendahkan yang lain. Hal yang harus diperhatikan adalah kesadaran kita saat berdoa. Kita bisa berdoa doa vokal (doa Bapa Kami) atau doa batin dengan kesadaran penuh siapa diri kita dan dengan siapa kita berbicara. Inti kontemplasi adalah kesadaran kita akan kehadiran Allah, sebagai Sahabat dalam doa. Dengan demikian, kita pun boleh mengalami kepenuhan kasih Allah.
Kita tentu harus belajar dari St. Teresa meskipun tidak mudah. Santa Teresa telah menunjukkan bahwa ketegasan dan kerinduan melahirkan harapan baru. Ia telah membuktikan bahwa Allah adalah segalanya. Allah saja cukup maka yang lain akan ditambahkan. Keterikatan pada hal duniawi bukanlah jalan yang aman. Maka dari itu, kelepasan menjadi kunci bagi kita untuk membebaskan diri dari kelekatan dan menjadikan kita lebih rendah hati dalam menghadapinya. Tuhan sendiri yang akan menyempurnakan keterbatasan kita. Sebab Dia-lah Sang Kesempurnaan. Jalan ini suci, jalan ini sempurna, tempuhlah jalan ini.
St. Teresa Avila meninggal pada 04 Oktober 1582 di Alba de Tormes, Salamanca, Spanyol. Ia dibeatifikasi oleh Paus Paulus V pada 24 April 1614 dan dikanonisasi pada 12 Maret 1622 oleh Paus Gregorius XV. Ia kemudian digelari Doktor Gereja oleh Paus Paulus VI pada tahun 1970.
Oleh: Fr. Yanto Dias Alfi, O. Carm