1 min dibaca
28 Mar
28Mar
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm


Di dunia ini ada banyak sekali agama. Sebagian dari mereka agama palsu dan yang lain agama sejati. Ukuran atau kriteria agama itu sejati atau palsu tidak terkait dengan jumlah pengikutnya, melainkan terletak pada ajaran yang mendorong manusia mencintai Allah dan sesama manusia; bukan membenci.

Injil hari ini (Markus 12:28b-34) berbicara tentang inti ajaran agama sejati. Menjawab pertanyaan seorang ahli Taurat tentang perintah paling utama (Markus 12:28b), Yesus memberikan jawaban langsung yang sangat mendasar dan merangkum ajaran semua agama sejati. 
Pertama, kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi, dan dengan segenap kekuatanmu (Markus 12:30). Kedua, kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Markus 12:31). Mengapa dua perintah itu menjadi inti ajaran agama sejati? 

Agama sejati memfasilitasi manusia untuk mencintai Tuhan, baik secara langsung maupun dengan mengasihi-Nya dalam diri sesama manusia. Mengasihi sesama berarti mencintai diri sendiri dan sebaliknya, karena kita semua adalah citra Allah. Mencintai citra Allah berarti mencintai Dia yang menciptakan mereka. Sesama manusia adalah anak-anak Allah Bapa yang sama dan telah ditebus dengan darah yang sama, yakni darah Yesus. 

Bagaimana menerapkan ajaran agama sejati ini? Pertama, kita perlu mencintai Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan. Artinya, meletakkan Tuhan di tempat utama, mencari kehendak-Nya dalam segala sesuatu, dan membuat hal itu terpenting dalam hidup. Menyembah uang, kekayaan, jabatan, dan manusia lain bertentangan dengan ajaran agama sejati (Mazmur 81:10-11). Kepada-Nya pula manusia memohon pengampunan (Hosea 14:2). 

Kedua, Tuhan menghendaki bahwa kita mencintai setiap orang dan melihat-Nya dalam setiap sesama manusia. Artinya, manusia wajib menolong, mendukung, mengampuni, dan mendoakan sesama tanpa membedakan suku, agama, ras, warna kulit, kedudukan sosial, dan lain-lain. 

Agama sejati itu mengajarkan hal yang baik dan benar serta memfasilitasi para pengikutnya mewujudkan ajaran itu demi mencintai Tuhan dan umat manusia. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Mencintai dan menyembah Allah dengan cara membenci sesama manusia mengindikasikan pelakunya mengikuti agama palsu. 

Apakah kita mengikuti agama sejati? Lihatlah apa yang kita imani dan hayati dalam hidup sehari-hari. Apakah kita menyembah Allah saja dan mengasihi sesama? Jawabannya menentukan apakah kita ini pengikut agama palsu atau agama sejati. 

Jumat, 28 Maret 2025HWDSF

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.