Suara Keheningan | RP. ALbertus Herwanta, O.Carm
Gunung atau bukit mempunyai banyak makna dan peranan dalam banyak kebudayaan. Salah satunya sebagai tempat suci. Di sana orang bisa bertemu dengan Sang Mahasuci.
Di Besakih, Bali, ada pure besar. Mengapa? Karena tempat itu dekat dengan puncak Gunung Agung. Di sana ada tempat yang sunyi, dingin dan segar serta bersih dari pelbagai polusi. Cocok untuk berdoa dan mempersembahkan sesaji kepada Hyang Widi.
Tradisi Yahudi juga mengenal pelbagai peristiwa di Gunung. Musa menerima sepuluh Perintah Allah di atas gunung Sinai. Nabi Elia mengalami kehadiran Tuhan di gunung Horeb.
Sang Guru Kehidupan menampilkan kemuliaan-Nya di atas gunung. Pada saat itu Dia bertemu dengan Musa dan Elia; berbicara tentang tujuan kepergian-Nya ke Yerusalem (Luk 9: 30-31).
Mengapa Yerusalem? Karena di sanalah Dia akan menempuh jalan tersulit dalam misi-Nya. Di puncak bukit Kalvari semua dosa manusia mesti dibayar dan dilunasi.
Kemuliaan-Nya di atas gunung terkait erat dengan kemuliaan di atas Kalvari. Hal itu ditegaskan-Nya tatkala turun dari gunung, yaitu supaya para murid tidak menceritakan kepada seorang pun apa yang telah mereka lihat itu sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati (bdk Mrk 9: 9).
Di atas gunung Sang Guru Kehidupan menderita kematian. Di atas gunung pula Dia menampakkan kemuliaan-Nya. Di atas gunung Tuhan Allah berpesan agar orang mendengarkan Dia (Luk 9: 35). Di atas gunung pula Dia mendengarkan kehendak Allah secara sempurna (Mat 27: 50; Luk 23: 46).
Dengan itu Sang Guru menegaskan bahwa satu-satunya jalan menuju kemuliaan sejati adalah pengorbanan. Tanpa penyerahan diri yang total orang tidak mencapai puncak sukses hidup yang sebenarnya. Tidak terpisahkan dua puncak gunung itu.
Minggu Prapaskah II, 13 Maret 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.