Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Perawakannya kurus. Asal-usulnya dari rakyat jelata. Pendidikan? Tidak sangat hebat. Tapi soal pengalaman, jangan ditanya.
Dia pernah jadi karyawan. Kemudian berdiri sendiri sebagai pengusaha. Langkah selanjutnya, menduduki kursi pejabat tingkat lokal. Perlahan karirnya menanjak hingga ke puncak. Di atas itu tidak ada lagi.
Dalam mengemban tugasnya begitu banyak tantangan, penghalang dan ancaman yang dihadapi. Sebagian dari lingkaran dalam di sekitarnya. Yang lain datang dari luar. Keduanya ingin menggagalkan atau minimal membelokkan dia dari misinya.
Hal-hal buruk dan negatif, mulai dari demonstrasi hingga fitnah dan caci maki jumlahnya tidak lagi bisa dihitung dengan jari.
Namun dia tidak terpancing arus emosi. Tenang dan berpegang pada nurani. Taat pada bisikan ilahi. Tak sedikit pun menggeser kaki dari langkah menuju ke tujuan dan misi; mewujudkan kesejahteraan orang-orang yang percaya dan dipercayakan kepadanya.
Dahulu Sang Guru Kehidupan menghadapi hal serupa. Dalam perjalanan ke Yerusalem ditolak oleh orang Samaria yang kampungnya hendak dilewati-Nya (Luk 9: 53). Yohanes dan Yakobus, murid-Nya, usul untuk berdoa menurunkan api agar membakar kampung itu (Luk 9: 54).
Namun, Dia tidak terpancing oleh reaksi emosional para murid-Nya. Penolakan itu tidak membatalkan langkah-Nya untuk menuju Yerusalem, tempat menderita dan mati serta bangkit-Nya. Dia memilih lewat jalan lain (Luk 9: 56). Akhirnya, Dia mencapai misi-Nya, yakni membawa keselamatan bagi aumat manusia.
Apakah aku fokus pada panggilan dan misi hidup atau sibuk mengurusi pelbagai gangguan yang terus mencoba membelokkan aku dari tujuan dan misi hidupku?
Selasa, 28 September 2021RP Albertus Herwanta, O. Carm.