Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta,O.Carm
Semua orang mempunyai hati. Sebagian memiliki hati yang kecil dan yang lain hati yang besar. Ini bukan soal volume atau ukuran, tetapi menyangkut kualitas dan kapasitas.
Hati yang kecil berkapasitas amat terbatas. Cirinya: mudah sakit (hati), sulit mengampuni, suka mendendam; serba takut dan cemas. Sebaliknya, hati yang besar menjadi tempat tinggal kasih dan kebijaksanaan. Sifatnya: penuh kasih dan empati, sabar dan siap mengampuni. Orang berhati besar memberi harapan dan jalan keluar. Di sana bertahta Allah, Sang Mahakasih, sabar dan benar.
Dalam diri Yusup dan saudara-saudaranya orang dapat menemukan dua macam hati itu. Begitu melihat ayahnya (Yakub) mati, mereka merasa takut; jangan-jangan Yusup akan membalas kejahatan mereka. Yakub yang selama ini menjadi "tameng" mereka sudah tiada. Rasa aman orang yang suka melakukan kejahatan itu hilang tatkala "backing"-nya sudah mendiang.
“Sebelum ayahmu meninggal, ia telah berpesan, ‘Beginilah hendaknya kalian katakan kepada Yusuf. Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka, sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu. Maka sekarang ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu’” (Kej 50: 16-17). Itulah yang dikatakan saudara-saudara Yusup.
Sebaliknya, Yusup sebagai orang benar dan berhati besar tidak punya sedikit pun rasa balas dendam. Dia memahami ketakutan saudara-saudaranya dan segera membuka pintu maaf bagi mereka. Bahkan dia menjamin masa depan mereka dan keluarganya.
"Janganlah takut, sebab aku bukan pengganti Allah. Memang kalian telah membuat rencana yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mengubahnya menjadi kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Maka janganlah takut. Aku akan menanggung makanmu dan juga makanan anak-anakmu. Demikianlah ia menghiburkan mereka dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya" (Kej 50: 19-21).
Menarik, bahwa hati yang besar ditemukan dalam Yusup yang sendiri. Sementara saudaranya yang lebih banyak jumlahnya justru berhati kecil. Mereka takut dan cemas; juga tatkala berhadapan dengan kebaikan.
Jauh lebih menarik, Allah mampu mengubah arah kejahatan dalam hati kecil menjadi kebaikan dalam hati yang besar. Lewat hati orang benar, rencana jahat diubah menjadi berkat. Hati macam apa yang aku miliki selama ini? Hati kecil berisi kejahatan, dengki dan ketakutan atau hati besar penuh kasih, empati dan pengampunan?
Sabtu, 10 Juli 2021RP Albertus Herwanta, O. Carm.