Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Seperti orang yang mengendarai sepeda hanya dapat bergerak maju dalam keseimbangan, demikian pula hidup ini. Ada pelbagai macam keseimbangan seperti antara yang individual dan sosial, yang jasmani dan rohani.
Di samping itu, orang perlu memenuhi kebutuhan dunia dan surga. Sebagai warga dunia manusia perlu memenuhi tanggung jawabnya terhadap dunia. Misalnya, menaati pemerintah yang sah. Namun manusia juga perlu menyembah Allah. Taat kepada yang satu tidak berarti mengabaikan yang lain. Ketaatan terhadap agama bukan alasan untuk melawan pemerintah.
Ketika beberapa orang Farisi dan kaum Herodian bertanya kepada-Nya tentang bolehkah membayar pajak kepada kaisar, Sang Guru Kehidupan menjawab begini. "Berikanlah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" (Mrk 12: 17).
Ajaran ini menegaskan dua tanggung jawab kaum beriman. Pertama, sebagai warga negara mereka mesti memenuhi tanggung jawabnya terhadap negara. Misalnya, membayar pajak. Kedua, sebagai orang beriman mereka berpasrah kepada Allah. Hal itu bisa diperluas dalam sikapnya terhadap dunia dan surga.
Kendati manusia membutuhkan hal-hal duniawi, dia tidak boleh menggantungkan seluruh hidupnya pada hal-hal duniawi semata. Mengapa? Pertama, karena hal-hal duniawi seperti harta dan kekuasaan bersifat sementara. Kedua, mereka itu tidak dapat menyelamatkan seluruh hidup manusia, karena hanyalah fasilitas; bukan tujuan.
Pada suatu saat, mau tidak mau, manusia mesti melepaskannya dan kembali kepada sang pemilik hidup. Pada saat itu menjadi jelas bahwa harta dan kekuasaannya tidak sanggup menyelamatkan nyawanya. Yang bisa menyelamatkan hanyalah Tuhan Allah.
Karena itu, seraya menjalani hidup di dunia manusia perlu selalu ingat untuk berpegang pada Allah. Dengan demikian hidupnya balance; seimbang.
Selasa, 1 Juni 2021 | Peringatan Santo Yustinus, Martir | RP Albertus Herwanta, O. Carm.
