Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.CarmSalah satu ujian yang dirasakan oleh orang beriman adalah kesabaran. Kaum beriman sering merasakan jarak antara yang dimohon kepada Tuhan dan realita hidup yang dialaminya. Banyak kali jawaban Tuhan begitu lama baru tiba. Sebagian permohonan bahkan sama sekali tidak terjawab.
Dalam situasi demikian, beriman sungguh tidak mudah. Namun, bagi mereka yang benar-benar percaya hal itu justru membuat mereka lebih beriman. Bukankah "doa itu bukan untuk mengubah Tuhan dan kehendak-Nya, melainkan untuk mengubah mereka yang berdoa kepada Tuhan?" Berubah secara positif, tentunya.
Tanpa kesabaran, iman kita akan goyah dan kita akan menyerah pada ketakutan dan keputusasaan. Pada gilirannya itu melumpuhkan iman kita dan melumpuhkan kita sebagai orang beriman.
Jika orang ditantang dalam iman dan mengalami kesulitan, terutama dalam menunggu janji Tuhan, dia perlu menambah kesabaran dalam imannya. Bukankah kesabaran itu memurnikan iman, memperkuat pengharapan, memimpin kepada kesempurnaan, dan melipatgandakan kasih?
Beriman memang bukan hal yang pertama-tama mesti dipikirkan atau diperdebatkan. Iman itu lebih menyentuh pengalaman. Itu jalan menjalin relasi dan berpasrah kepada Tuhan.
Bagi mereka yang hanya berkutat pada akal budi, beriman itu bisa sering sulit dipahami. Namun, mereka yang melibatkan hati dan menekankan relasi mengalami betapa Tuhan itu dekat dengan mereka dan dirasakan di tengah perjuangan hidup sehari-hari.
Martin Luther berkata, "Iman adalah keyakinan yang hidup dan berani pada kasih karunia Allah, begitu yakin dan pasti sehingga seseorang dapat mempertaruhkan nyawanya ribuan kali."
Mereka yang sungguh beriman dan teruji dalam kesabaran akan matang dalam keyakinan kepada Tuhan. Itulah yang memberinya kekuatan. Plato menulis, "Kita dipersenjatai secara ganda ketika berperang dengan iman." Apakah aku sungguh beriman dan memiliki kesabaran?
Salam dan Tuhan berkati.
SOHK, Senin 5 Juni, 2023AlherwantaRenalam 156/23
