Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O:Carm
Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem, Sang Guru Kehidupan akan melewati kota Yeriko. Saat hampir tiba di kota itu, ada seorang pengemis buta di pinggir jalan yang berteriak memanggil-Nya, minta disembuhkan (Luk 18: 35-38).
Sementara itu orang-orang yang berjalan mendahului Sang Guru menyuruhnya diam (Luk 18: 39). Tetapi malah semakin keras dia berteriak. Lalu Sang Guru menyembuhkannya (Luk 18: 40-42). Dia dapat melihat dan mengikuti Dia sambil memuliakan Allah (Luk 18: 43).
Pengemis buta itu mengetahui tentang Sang Guru dengan telinganya. Setelah matanya melihat dia mengikuti Dia sambil memuliakan Allah. Sementara para pengikut-Nya yang terbuka telinga dan matanya tidak dapat memahami Sang Guru secara lebih baik; apalagi memuliakan Allah.
Orang-orang yang inderanya dinilai kurang lengkap justru memahami realitas hidup jauh lebih baik dari pada mereka yang normal. Demikian pula mereka yang secara akademis cerdas belum tentu dapat melihat kebenaran secara lebih baik. Kerap gagal melihat kebenaran.
Hal itu tidak berlaku bagi Santo Albertus Agung. Sebagai mahasiswa filsafat dan teologi yang cerdas, dia menggunakan kemampuannya untuk mengenal Tuhan. Lalu mengajar orang untuk mengenal Tuhan pula.
Seperti Sang Guru Kehidupan membuat mata yang buta dapat melihat, demikian pula Albertus Agung membuka mata para mahasiswanya. Salah satu dari mereka adalah Thomas Aquinas yang amat terkenal. Ajaran Thomas Aquinas masih digunakan oleh para akademisi hingga saat ini.
Manusia modern dikaruniai ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih. Sejauh mana karunia itu membuat mata dan budi mereka makin mengenal dan mencintai Sang Pencipta? Berapa ilmuwan dan ahli teknologi yang hidupnya makin memuliakan Tuhan?
Semoga sains menjadi karunia yang mencelikkan. Membuat mata terbuka dan mendekatkan umat manusia kepada Tuhan, Sang Kebenaran sejati.
Senin, 15 November 2021 | Peringatan Santo Albertus Agung |RP Albertus Agung Herwanta, O. Carm.
