Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Hidup ini sering diwarnai dengan kepahitan. Ada dua cara untuk menghadapi kepahitan itu. Pertama, berputus asa karena merasa tidak ada jalan keluarnya. Kedua, berharap dan berjuang serta bertahan dalam doa.
Hasil dari langkah pertama sudah jelas, yaitu tidak ada hasilnya. Mana ada putus asa menghasilkan? Cara kedua belum tentu membuahkan hasil. Tapi yang menempuhnya minimal berani menantikan pengharapan.
Ketika langkah itu disertai dengan keyakinan bahwa Tuhan tidak membiarkan doa yang dipanjatkan dengan penuh iman tak terjawab, pemohonnya suatu saat akan mendapat jawaban. Berikut ini contohnya.
Hana, isteri Elkana mandul. Di samping kemandulannya itu menjadi pertanda bahwa dia tidak diberkati Tuhan, Hana menderita karena selalu dihina oleh Penina, isteri Elkana yang dikaruniai anak. Karena kesedihannya itu Hana berdoa sungguh-sungguh; mohon Tuhan berkenan memberinya seorang anak.
Dia bernazar jika diberi anak lelaki, dia akan memberikannya kembali kepada Tuhan (1 Sam 1: 11). Waktu Hana berdoa, imam Eli mengamat-amati. Dia mengira Hana sedang mabuk (1 Sam1: 13). Baru setelah tahu maksud dan tujuannya, Eli mendukung doa Hana (1 Sam 17).
Doa orang-orang yang berada dalam kepedihan kerap tidak dipahami orang biasa. Ada yang menilai doanya sebagai tidak wajar atau berlebihan. Aneh.
Namun tatkala doa-doa yang dipanjatkan dalam kepedihan itu disertai dengan iman, niscaya Tuhan mendengarkan. Banyak pengalaman menggarisbawahinya.
Kepahitan hidup melanda hampir semua orang. Sebagian menghadapinya dengan sikap putus asa. Yang lain membawa kepahitan dalam doa. Hasilnya amat berbeda.
"Prayer does not change God, but it changes him who prays." (Soren Kierkegard)
Selasa, 11 Januari 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.