Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Yang kudus mesti benar. Yang benar harus kudus. Yang kudus dan benar termasuk dua hal terbesar dan terpenting yang diajarkan oleh banyak agama. Dalam praktiknya kudus dimaknai dan dihayati lewat pelbagai cara. Sebagian benar, sebagian tidak benar.
Ada yang yakin bahwa seseorang bisa menjadi kudus hanya dengan rajin berdoa dan menghabiskan hidupnya di rumah ibadah. Kekudusan dimaknai sebagai aktivitas ritual semata. Yang lain memberi makna kudus sebagai sesuatu yang dipisahkan dan dikhususkan untuk dipersembahkan kepada Allah. Orang kudus berarti orang yang dikhususkan bagi Allah. Dia mempersembahkan seluruh hidupnya untuk (mengabdi) Allah.
Salah satu caranya, memberikan hidup kepada Allah dalam kebenaran; menghayati seluruh hidup sesuai dengan kehendak Allah. Ini jauh lebih dalam dan luas daripada hanya menjalankan kewajiban ritual. Hidupnya dipenuhi kasih yang diwujudkan demi kesejahteraan dan kebaikan umat manusia. Karena itu, orang yang sungguh kudus pasti terbuka, toleran dan bermental universal.
Menjadi kudus tidak berarti menjauh atau lari dari dunia. Sebaliknya, mereka justru mesti tinggal di sana sambil menguduskan dunia. Menjiwainya dengan kehendak Allah dan mengarahkan atau membawanya kepada Allah.
Prosesnya menghadapi banyak tantangan, karena berarti dan bersikap melawan nilai-nilai yang diyakini dunia ini. Sementara dunia ini lebih suka membenci dan mendendam, orang kudus menempuh jalan kasih dan pengampunan.
Ketika tantangan itu terasa terlalu berat, mereka perlu ingat doa kepada Allah dari Sang Kudus dan Benar, "Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari yang jahat" (Yoh 17: 15).
Dia tidak hanya berdoa, tetapi telah menguduskan Diri-Nya bagi mereka. "Aku menguduskan Diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran" (Yoh 17: 19). Dia sendiri telah mengkhususkan Diri-Nya bagi semua yang menghayati hidup untuk melaksanakan kehendak Allah.
Menjadi kudus dan benar itu panggilan setiap orang. Agama berperan memfasilitasi prosesnya. Sayang, beberapa agama justru gagal membawa orang menuju ke sana, karena mengajarkan kekudusan secara salah. Yang kudus mesti dihayati secara benar sehingga membuat orang kudus dan benar.
Rabu, 19 Mei 2021 | RP Albertus Herwanta, O. Carm.