Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Hidup manusia lekat dengan lepas. Ironis, lekat kok dengan lepas. Namun, begitulah faktanya.
Siapa yang bisa terbebas dari lepas? Setiap hari orang melepas baju sebelum mandi. Juga mesti melepas hari yang sudah lewat untuk masuk ke hari berikutnya.
Ketika lulus TK, SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi, manusia dilepas dan melepaskan. Prestasi terbaik juga harus dilepas.
Orangtua melepas anak-anaknya yang sudah dewasa dan mampu mandiri ketika mereka menikah. Mereka mesti meninggalkan keluarga orangtuanya untuk membangun keluarganya sendiri.
Tanpa melepas orang tidak bisa hidup. Bukankah hidup rohani juga mesti mulai dengan melepas?
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal diri, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku." (Luk 9: 23). Menyangkal diri tidak lain adalah melepaskan dirinya.
Melepaskan perlu dilakukan untuk meraih hidup yang lebih baik. Hidup sempurna hanya bisa diraih dengan melepaskan semua yang tak sempurna.
Ironis, banyak manusia ingin berhasil dan tumbuh dalam hidup, tetapi tidak mau melepas. Mereka yang terus berada dalam mentalitas itu biasanya menderita. Hidupnya terbebani. Terbelenggu.
Ada yang tidak mau melepaskan dendam dan sakit hatinya terhadap orang lain.
Sulit mengampuni. Ada yang tidak mau melepas masa lalunya yang kelam. Terpenjara oleh trauma. Ada yang berpegang teguh pada kesuksesan yang lewat. Bernostalgia.
Baik secara jasmani maupun rohani hidup ini tumbuh, berkembang dan menghasilkan buah lewat mekanisme melepas terus-menerus.
Siapkah aku melepas hari ini secara ikhlas untuk menyongsong esok hari? Apakah kini ada beban dalam pikiran dan hati yang masih belum kulepaskan?
"Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut kehendak-Mu." (Luk 1: 38).
Rabu malam, 6 April 2022