Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Hari ini Markus menceritakan tentang Yesus yang pulang ke tempat asal-Nya dan pada hari Sabat mengajar di rumah ibadat (Markus 6:1-2). Ajaran Yesus yang penuh kuasa itu mengundang dua reaksi. Sebagian orang merasa takjub dan sebagian yang lain meragukan.
Kelompok yang kedua ini mengetahui bahwa Yesus itu tukang kayu, anak Maria, dan saudara-saudara-Nya ada di tengah mereka (Markus 6:3). Maka, mereka bertanya, "Dari mana diperoleh-Nya semua ini? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mukjizat-mukjizat yang demikian, bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya?" (Markus 6:2).
Mereka ini hanya melihat Yesus sebagai manusia biasa atau salah satu tetangganya. Pengetahuan mereka tentang Yesus itu hanya sebagian benar dan telah membentuk persepsi tentang Yesus. Sayangnya, persepsi itu membuat mata dan hati tertutup untuk melihat Yesus secara utuh bahwa Dia itu seorang nabi (Markus 6:4). Dengan kata lain, mereka terjebak dalam penjara persepsi.
Mereka gagal melihat bahwa Yesus itu seorang nabi yang diutus bukan hanya untuk mengajar, melainkan juga menyelamatkan manusia. Tidak cukup orang memahami dan menyambut Dia hanya sebagai manusia seperti para tetangganya. Yesus menanggapi sikap mereka itu dengan bersabda, "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya" (Markus 6:4).
Injil hari ini mengajarkan bahwa Tuhan bisa berkarya melalui orang yang dianggap biasa-biasa saja. Yang Maha kuasa dan Maha Kudus bisa hadir dalam diri manusia. Hal itu tampak nyata dalam diri Yesus. Karena itu, orang perlu menyambut Dia dengan iman.
Mereka yang melihat dengan iman dikarunia budi yang melampaui persepsi. Mereka dibebaskan dari penjara persepsi dan dapat melihat yang tidak terlihat mata. Santa Agata yang kita rayakan hari ini adalah contohnya.
Dia adalah manusia biasa seperti para tetangganya. Namun karena imannya dia dapat melihat dan percaya kepada Yesus. Bahkan dia rela mengorbankan hidupnya demi iman itu dengan menanggung penderitaan yang melampaui daya kekuatan manusia. Dengan itu, dia mencapai mahkota kehidupan.
Sebagai anugerah Tuhan iman itu membuat orang mampu melihat melampaui daya dan keterbatasan manusiawi. Mereka yang menerimanya dianugerahi pandangan yang melampaui penjara persepsi. Apakah kita sungguh beriman atau hanya mengandalkan pengetahuan dan persepsi kita tentang Tuhan?
Rabu, 5 Februari 2025Peringatan Santa Agata, Perawan dan MartirHWDSF