Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Bukan hanya bisnis yang sering dijalankan dengan hutang. Hidup manusia pada umumnya tergantung pada hutang. Sebagian hutang itu sudah lunas dibayar, sisanya selamanya tidak bisa dilunasi. Hutang jenis kedua ini menarik untuk direnungkan. Apa itu?
Pertama, hutang kepada orangtua, terutama kepada ibu. Pengorbanannya tidak bisa dibalas anak-anaknya, terutama hutang nyawa kepada ibunya.
Kedua, hutang budi. Ini tidak bisa dilunasi dengan memberikan apa pun. Orang yang bernama Budi pun tidak bersedia dijadikan alat pembayar hutang. Ketiga, hutang cinta. Ini amat sulit dan nyaris tidak dapat dibayar.
Alasan utamanya karena cinta memang tidak pernah dipinjamkan dan selalu diberikan secara ikhlas. Bukankah itu sifat utama cinta: memberi tanpa mengharap kembali?
Sang Rasul Agung menegaskan, "Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapa pun juga, tetapi hendaklah kamu saling mengasihi."
Saling mengasihi itu bersifat gratis. Mereka yang tulus mencintai tidak pernah menunggu orang-orang yang dicintai memintanya. Cinta itu spontan, tulus, jujur, tanpa pamrih. Karena tanpa pamrih, ia tidak pernah bisa dibalas atau dibayar. Membalas cinta tidak pernah bisa impas karena cinta itu unik dan khas. Cinta A kepada B berbeda kadar dan bobotnya dari cinta B kepada A.
Setiap orang berhutang cinta kepada sesama. Banyak yang mencintai sesama melakukannya tanpa mengenal atau bertemu dengan orang yang dikasihinya. Philantropis adalah contohnya. Mereka menolong sesama terdorong oleh kasih yang tidak mengharapkan balasan.
Karena semua orang berhutang cinta, cara terbaik untuk "membalas"nya adalah mengisi hidup ini dengan mencintai sesama. Ini "tugas" yang melekat pada kodrat setiap orang. Tiada seorang pun bisa berkata bahwa dia tidak pernah dicinta. Bukankah Allah telah lebih dahulu mengasihi manusia? Karena cinta Allah akan manusia tidak pernah kering, demikianlah hendaknya tidak habis kasih manusia satu sama lain.
Ketika semua orang sadar bahwa mereka semua saling berhutang, mustahil hidup tertutup dalam diri atau kelompok sendiri; merasa menang apalagi menghina dan menyerang. Menghina sesama berarti meremehkan diri sendiri. Perbuatan itu membuat hutangnya jauh lebih banyak; apalagi ketika yang dihina tidak membalasnya.
Salam dan Tuhan memberkati.
Kamis, 5 Oktober 2023AlherwantaRenalam 272/23