1 min dibaca
19 Jan
19Jan
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm


Kita tidak pernah akan selesai mengungkap makna di balik mukjizat pesta di Kana (Yohanes 2:1-11). Ketika kita  menghubungkannya dengan dua bacaan sebelumnya (Yesaya 62:1-5 dan 1 Korintus 12:4-11), pesannya tampak lebih dalam dan bermakna untuk hidup kita. 

Kisah mukjizat di Kana mengandung minimal dua makna penting, yakni makna teologis dan sosiologis. Makna teologis itu, misalnya, tampak dalam ungkapan simbolis yang merupakan ciri khas Injil Yohanes. Sedang makna sosiologisnya muncul ketika kita memperhatikan mereka yang disebut dalam pesta itu, terutama Maria dan Yesus. 

Mari kita melihat makna yang pertama. Pesta itu merupakan peristiwa ketika Yesus menyatakan diri sebagai Allah yang menjadi manusia. Inilah epifani atau penampakan Tuhan versi Injil Yohanes. Yesus menyatakan kemuliaan-Nya (Yohanes 2:11). Hal itu tampak dalam mukjizat yang dilakukan oleh-Nya. 

Berubahnya air menjadi anggur itu tidak selalu merupakan mukjizat. Salah satu bahan dasar dari anggur adalah air. Melalui pohon anggur air diubah menjadi anggur. Prosesnya memang lama, rumit, dan melibatkan banyak orang. Tetapi mengubah air dalam enam bejana yang masing-masing berisi delapan puluh liter air (Yohanes 2:6) menjadi anggur dalam waktu singkat itu baru mukjizat. Di sana, karya Tuhan yang sangat intensif terjadi. 

Sedang makna sosiologis tampak dalam kepekaan Maria dan Yesus yang hadir dalam pesta itu. Maria yang dipilih menjadi ibu Tuhan berada di antara sekian banyak tamu sebagai orang biasa. Dia itu warga masyarakat yang terlibat. Demikian pula Yesus. 

Namun keduanya bukan tamu biasa yang hanya menikmati sukacita pesta itu. Mereka terlibat penuh di dalamnya. Ketika melihat bahwa mereka kekurangan anggur, Maria berkata kepada Yesus, "Mereka kehabisan anggur" (Yohanes 2:3). 

Yesus yang sebelumnya seperti keberatan dilibatkan dalam perkara itu akhirnya mengambil langkah nyata, mengatasinya. Dia membuat enam tempayan air menjadi anggur. Sukacita pesta yang hampir lenyap kembali dalam sekejap. 

Mengombinasikan keduanya, kita memperoleh pesan relevan. Pertama, Tuhan yang telah menjadi manusia  terlibat dalam masyarakat. Dia bukan Tuhan yang jauh. Demikian juga Maria. Kedua, para putera-puteri Maria dan pengikut Yesus perlu meneladan Maria dan Yesus yang berada dalam dunia dengan sukacita dan masalahnya. Kita ikut serta aktif di dalamnya, karena kita telah Tuhan anugerahi karunia untuk membangun kehidupan bersama (1 Korintus 12:4-11). Apakah kita terlibat aktif dalam kehidupan komunitas ataukah menyimpan anugerah itu untuk diri sendiri? 

Minggu II C, 19 Januari 2025HWDSF

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.