Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Tangan si Polan penuh kekuatan. Bayangkan, dengan satu kali pukulan lawan langsung pingsan. Lawan lain pun berlarian. Belati di tangan menyebabkan tetangganya ketakutan. Sepucuk senapan membuat orang sekampung benar-benar kehilangan rasa aman. Di tangannya, semua senjata itu selalu memakan korban.
Setiap orang normal dibekali tubuh dan indera yang mempermudah hidupnya, yakni kaki, tangan, mulut, telinga, mata, dan lain sebagainya. Zaman modern ini berhasil menciptakan teknologi yang merupakan kepanjangan diri manusia.
Teknologi amat membantu dan mempermudah kehidupan manusia. Sepeda motor mempercepat mobilitas. Televisi memperluas jangkauan mata. Telepon bagaikan “mengolor” telinganya. Radio menghantar suara dari mulut menyebar ke seluruh dunia. Pelbagai alat komunikasi jadi penyebar dan pembentuk opini.
Namun, teknologi tidak netral dan tergantung pada pemakainya (“man behind the gun”). Di tangan orang-orang cerdas-bijaksana, teknologi mempercepat terwujudnya masyarakat yang damai, tenteram, dan sejahtera. Pikiran mereka dipenuhi pengetahuan dan hatinya selalu berisi simpati. Sebaliknya, di tangan orang-orang seperti si Polan teknologi lepas dari nurani dan empati. Efeknya bukan hanya membahayakan, melainkan menciptakan ketakutan, dan meningkatkan kekhawatiran; bahkan mendatangkan kehancuran.
Dalam bidang teknologi, harus diakui manusia zaman ini berkembang maju sekali. Sejauh mana mereka juga mengembangkan pikiran, memperkaya diri dengan pengetahuan kemanusiaan, dan menjiwai hatinya dengan kebijaksanaan, empati dan kasih dari Yang Ilahi? Seimbangkah kemajuan teknologi-materi dengan kematangan spiritualitas, cerminan matang-dewasanya sisi rohani?
Teknologi sebagai bagian dari kebudayaan dimaksudkan untuk menciptakan masyarakat yang lebih berbudaya. Apakah teknologi di tangan masyarakat yang tidak peduli satu sama lain sungguh menunjukkan budaya yang pantas dibanggakan?
Salam dan Tuhan memberkati
JIKN, 28 Februari 2023AlherwantaRenalam 059/23