Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Hati-hati dengan kesalehan! Agama biasanya mengajarkan kesalehan. Salah satu jalan dalam mempraktikkan kesalehan adalah berdoa.
Berdoa bisa mendekatkan manusia kepada Tuhan. Di sana orang memuji Tuhan, bersyukur kepada Tuhan, memohon kepada Tuhan dan bertobat, memohon ampun kepada-Nya.
Namun doa itu rentan disalahgunakan. Bukannya membuat orang makin dekat dengan Tuhan dan dimuliakan, tapi malah merendahkan dirinya. Perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai (Luk 18: 9-14) adalah contoh yang tepat.
Suatu hari ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa. Satu orang Farisi dan yang lain pemungut cukai.
Dalam doanya orang Farisi menyombongkan kebaikan dan kesalehannya di hadapan Tuhan: berpuasa dua kali seminggu dan membayar perpuluhan (Luk 18: 12). Dia juga membandingkan dirinya yang tidak seperti pemungut cukai (Luk 18: 11). Dengan itu dia meninggikan diri di hadapan manusia dan Tuhan.
Sebaliknya, pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh dan tidak berani menengadah karena menyadari dosanya. Dia berkata, "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini!" (Luk 18: 13).
Sang Guru Kehidupan menegaskan bahwa si pemungut cukai itu dibenarkan Allah. Sedang orang Farisi itu tidak. "Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 18: 14).
Orang saleh bisa jatuh ke dalam kesalahan serupa. Menganggap diri lebih saleh daripada orang lain, lalu mengadilinya. Kesalehan semacam itu tidak berkenan kepada Tuhan. Kesalehan sejati menjadikan orang rendah hati, baik di hadapan sesama maupun Tuhan. Waspadalah terhadap kesalehan palsu!
Sabtu, 26 Maret 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.