Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Waktu belajar di Sekolah Dasar pada tahun 1960an saya membawa alat belajar sederhana. Di kelas satu membawa sabak (Yang tidak tahu, silakan browse di google). Tulisan pada sabak bisa dihapus dengan mengusapkan air pada permukaan sabak itu.
Mulai kelas dua membawa buku tulis terbuat dari "merang" (semacam jerami), pensil dan penghapus. Bahan penghapus ini karet yang keras. Separoh berwarna putih; separoh berwarna abu-abu. Yang putih untuk menghapus tulisan dengan pensil; yang abu-abu penghapus tulisan dengan tinta.
Belajar itu dekat dengan menghapus. Menulis penjumlahan atau perkalian bisa keliru. Mesti dihapus sebelum dikoreksi. Menuangkan tulisan dan cerita pun bisa salah; dihapus, lalu ditulis ulang.
Bukan hanya belajar matematika dan menuliskan cerita yang membutuhkan penghapus. Hidup manusia dipenuhi hal-hal keliru (pikiran, perasaan, perkataan dan tindakan). Butuh penghapus.
Bedanya, menghapus peristiwa hidup jauh lebih sulit.
Luka di hati akibat kata-kata dan tindakan butuh waktu untuk menghapusnya. Bahkan yang dalam membekas tak bisa dihapus sama sekali. Apalagi kesalahan-kesalahan besar yang amat merugikan orang lain. Permintaan maaf mustahil dapat menghapusnya.
Sekali dikatakan atau dilakukan, tidak mungkin dapat dihapuskan. Betapa banyak tumpukan kesalahan yang tak terhapus.
Relasi manusia dengan Tuhan juga diwarnai pelanggaran. Namanya dosa yang berbuah kematian. Supaya manusia tetap hidup, dosa-dosanya harus dihapus. Dapatkah manusia melakukan itu sendiri? Tidak mungkin.
Hanya Tuhan Allah yang dapat menghapus dosa. Dia melakukannya lewat Yesus Kristus, Putera-Nya.
Jalan untuk menghapus dosa adalah menjadi manusia. Bukan hanya itu, tetapi dengan mati. Bahkan mati di kayu salib. Hina.
Seperti tulisan diperbaiki dengan menghapus dan menulis kembali, demikian hidup ini menjadi sempurna lewat proses menghapus.
Menghapus kesalahan sendiri dilakukan lewat sikap menyesal dan membenahi diri. Menghapus kesalahan sesama dengan mengampuni. Mohon Tuhan Allah menghapus dosa sebagai respon atas rasa sesal dan pertobatan.
Mereka yang menyadari kesalahannya akan mencari upaya untuk menghapusnya. Mereka yang mengakui dosanya akan lebih cepat diampuni dan dihapus dosanya.
Apakah aku susah menghapus dan melupakan kesalahan sesama? Sejauh mana aku menyesali dosa-dosaku di hadapan Tuhan, sehingga semua diampuni dan dihapus oleh-Nya? Kalau aku tak bersedia menghapus kesalahan sesama, pantaskah aku mengharapkan pengampunan dosa dari Tuhan?
Berapa kali aku telah mendoakan doa BAPA KAMI?
SOHK, Sabtu 9April 2022 RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.Renalam ke-5