Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Adakah orang yang ingin mengalami kesusahan dalam hidup ini? Naluri setiap orang menolaknya. Dalam kesadarannya, manusia mencari upaya untuk menghindari kesusahan.
Namun, fakta menegaskan bahwa kerap kali orang tertimpa kesusahan tanpa siap untuk menghadapinya. Misalnya, tetiba tertimpa rasa sakit, gagal dalam kerja atau meraih prestasi, merasa sedih atau putus asa, dan lain-lain.
Dalam situasi demikian, pelajaran apa yang bisa dipetik? Thomas a Kempis dalam bukunya De Imitatione Christi membuka sedikit wawasan dan refleksi kita. Beginilah garis besar uraiannya.
Kesulitan, kegagalan, dan penderitaan itu berguna. Itu membuat orang sadar bahwa dia hidup dalam "masa pembuangan" dan supaya tidak meletakkan harapannya pada hal-hal duniawi.
Ada baiknya pendapat seseorang ditolak atau dibantah orang lain. Baik juga bahwa perbuatan baiknya ditafsirkan sebagai tindakan salah atau jahat. Itu menjadi kesempatan untuk belajar rendah hati serta mendorongnya orang mencari Allah.
Orang diajak untuk berakar dalam Allah dan tidak mencari hiburan pada orang lain. Bila kehendak baiknya diganggu pikiran jahat, orang akan datang kepada Allah.
Di sana, dia sadar bahwa tidak dapat berbuat apa pun, kalau Allah tidak menyertainya. Ketika merasa sedih karena penderitaannya, ia bisa merasa jemu dalam hidupnya. Itulah kesempatan baik baginya untuk menyatukan dirinya dengan Allah.
Dengan demikian, orang akan mengerti bahwa kebahagiaan dan ketenangan hidupnya yang sempurna tidak dapat digoncangkan oleh apa pun. Jadi, kesusahan itu bisa membimbing manusia untuk menjadi lebih dekat dengan Allah. Bukankah itu pengalaman dari orang-orang kudus?
Salam dan Tuhan berkati.
Selasa, 11 Juli, 2023AlherwantaRenalam 191/23