1 min dibaca
06 Mar
06Mar
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm


Injil hari ini amat singkat dan hanya dua ayat (Matius 9:14-15). Namun pesannya mendalam dan padat. Perikop ini telah mengusik pemikiran, terutama sabda Yesus tentang puasa. "Waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa" (Matius 9:15). Sabda itu mengundang pertanyaan. 

Siapakah yang Yesus maksud dengan mempelai pria dan sahabat-Nya? Kemungkinan besar itu adalah Yesus dan murid-murid-Nya. Lalu, kapan sang mempelai pria diambil dari mereka? Bisa jadi, saat Yesus ditangkap dan disalibkan. Yesus diangkat ke surga dan kembali kepada Bapa-Nya dapat dimaknai pula sebagai waktu Yesus diambil dari mereka. Pada saat itulah para murid-Nya perlu  berpuasa. 

Mengapa itu merupakan saat yang tepat untuk berpuasa? Pertama, karena setelah penyaliban dan kenaikan-Nya ke surga, relasi-Nya dengan para murid berubah. Mereka tidak lagi melihat Yesus secara fisik. Relasi mereka bersifat rohani dan tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan indrawi (mata, mulut, dan telinga).

Mereka mesti mengalihkan pandangan mereka dari Yesus yang memuaskan mata dan telinga jasmani kepada iman akan Yesus yang tidak lagi tampak secara jasmani. Iman itu melihat tidak melulu dengan mata. Mata iman melihat melampaui mata kepala. 

Kedua, para murid mengikuti Yesus tidak lagi secara jasmani dengan berjalan ke sana ke mari di belakang Yesus. Mereka mengikuti-Nya secara rohani dengan meneladan Yesus, terutama dengan menyangkal diri, memanggul salib, dan mengikuti Dia (Lukas 9:23). Ketiganya menuntut mereka berpuasa. Artinya, melawan hasrat atau keinginan mereka. 

Mereka membiarkan kehendak Roh Kudus menyerap seluruh keinginan mereka sehingga taat kepada bimbingan dan pimpinan-Nya. Berpuasa memiliki makna baru: lebih dari sekadar mengendalikan badan (makan dan minum), melainkan menyerahkan kehendak pribadi kepada Tuhan. 
Hanya dengan melaksanakan kehendak Tuhan, mereka dapat tetap menjadi murid dan pengikut Yesus yang sejati. Ini tidak hanya menuntut mereka berpuasa, melainkan siap mengalami malam gelap inderawi dan rohani. Artinya, akal budi tidak mampu memahami dan daya rohani  pun tidak dapat diandalkan lagi. Seluruh kehendak dan budi digantikan oleh karya ilahi. Ini sulit dipahami! 

Pertanyaannya, apakah kita mengikuti Yesus hanya untuk memuaskan kebutuhan jasmani dan duniawi kita? Misalnya, beribadat untuk memuaskan mata dan telinga? Ada saatnya itu semua akan mengecewakan kita. Kita mesti berpuasa dari itu semua dan lebih berfokus pada Tuhan Yesus. Puasa yang Yesus ajarkan berbeda dan melampaui puasa murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi (Matius 9:14). 

Jumat, 7 Maret 2025HWDSF

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.