Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Sebagian besar orang hidup dalam selubung. Sejak budaya pakaian ditemukan orang menutup badannya dengan kain. Ada yang menutupi hanya sebagian dari tubuhnya, ada yang hanya menyisakan mata yang tanpa tutup.
Sejak kepribadian ("personality") seseorang terbentuk selubung demi selubung menutup egonya. Bukankah "personality" terkait dengan topeng, penutup wajah asli?
Rupanya, semakin luas orang terlibat dalam kehidupan dan peran sosial semakin banyak selubung dikenakannya. Dunia politik yang secara mengasyikkan menikmati selubung.
Praktik agama pun bisa menjebak orang dalam pelbagai selubung: pakaian, aturan, ritual atau asesoris lainnya. Semua itu menjauhkan orang dari yang hakiki.
Konsekuensinya, hidup keagamaan diukur dari penampilan luar yang dangkal. Yang tidak penting diperjuangkan mati-matian, yang paling hakiki diabaikan. Orang bisa terjerumus dalam kemunafikan.
Sikap demikian menipu sesama dan menjauhkannya dari Allah. Hakikat sejati manusia terletak dalam Allah dan menyatu dengan-Nya. Tanpa selubung.
Hanya ketika manusia siap "telanjang" atau tanpa selubung dia akan melihat esensi dirinya yang merdeka. Seperti Allah. Sebaliknya, bersembunyi di balik selubung, manusia kehilangan dirinya dan mudah bingung. Bisa jadi malah linglung.
SOHK, Senin 13 Juni 2022AlherwantaRenalam-67