Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Status menunjukkan posisi seseorang. Orang kaya, misalnya, menduduki status sosial-ekonomi yang tinggi. Sedangkan "actus" menegaskan perbuatan atau tindakan konkret.
Dalam realita bisa terjadi status didukung oleh "actus." Seorang profesor yang rajin melakukan penelitian dan produktif dalam karya ilmiahnya menunjukkan bahwa status akademisnya tampak dalam "actus" ilmiahnya.
Dalam agama pun dikenal adanya status. Pemimpin agama, misalnya. Namun setiap orang beragama itu menyandang status.
Seorang yang dibaptis Katolik, misalnya. Dia menyandang status pengikut Kristus. Karena baptis itu menyatukan seseorang dengan Kristus, setiap orang Katolik dituntut menghayatinya dalam "actus." Konkretnya, hidup seperti Kristus.
Realitanya, tidak selalu demikian. Ada orang Katolik yang tidak menghayati hidup imannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak melaksanakan perintah Tuhan dalam kehidupannya. Sementara banyak orang yang tidak secara resmi menyandang status orang Katolik melakukan ajaran Tuhan dengan sangat baik.
Siapa di antara dua orang itu yang berkenan kepada Tuhan dan diselamatkan?
Menurut Sang Guru Kehidupan adalah orang yang kedua. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya.
Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya" (Mat 21: 31-32).
Status itu perlu, tetapi tidak cukup. Setiap orang yang mengaku pengikut Kristus dituntut melakukan yang diajarkannya. Itulah yang dilakukan oleh Santo Yohanes dari Salib. Dia memberi teladan nyata bagaimana melengkapi status dengan "actus."
Selasa, 14 Desember 2021PW Santo Yohanes dari Salib RP Albertus Agung Herwanta, O. Carm.