Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Sukacita hidup bisa dinikmati lewat pelbagai cara dan dalam macam-macam kesempatan. Pesta nikah, misalnya. Biasanya pesta itu diwarnai dengan sukacita.
Pernikahan yang mempertemukan dua mempelai digunakan dalam Kitab Suci sebagai simbol relasi antara Allah dan manusia. Itulah yang bisa dibaca dalam Kitab Nabi Yesaya 62: 1-5.
Beginilah firman Tuhan kepada Israel, "Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang membangun engkau menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu" (Yes 62: 5).
Pesta nikah di Kana juga melambangkan peristiwa sukacita hidup. Namun pesta itu mengalami kekurangan anggur. Suatu hal yang memalukan dan berpotensi merampas sukacita itu.
Syukurlah, Sang Guru Kehidupan dan ibu-Nya hadir di sana. Karena permintaan bunda-Nya Sang Guru mengubah enam tempayan air menjadi anggur. Menurut pemimpin pesta anggur itu terbaik (Yoh 2: 10).
"Tanda" yang dilakukan oleh Sang Guru mengungkapkan dua hal. Keduanya amat penting untuk kehidupan manusia.
Pertama, Tuhan itu sumber sukacita sejati. Orang yang menginginkannya hanya bisa memperolehnya dari Tuhan. Semua sukacita di luar itu hanyalah penggalan dan bagian dari sukacita itu. Tidak utuh; kurang lengkap.
Kedua, Tuhan dapat memulihkan sukacita yang tiba-tiba lenyap dari tengah suasana pesta kehidupan. Bila orang memintanya atau membuka diri untuk mengalaminya, niscaya Tuhan akan menganugerahkannya.
Barangsiapa ingin menikmati sukacita sejati, dia diundang untuk datang. Menimbanya dari Tuhan Allah, sumber sukacita melimpah.
Minggu, 16 Juni 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.