Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Di dunia ini banyak hal-hal serupa. Bisa berupa benda, bisa pula peristiwa. Sebagian tidak bermakna bagai kebetulan belaka. Sedang yang lain meninggalkan pesan yang layak direnungkan.
Kematian Yohanes Pembaptis yang dipenggal kepalanya oleh Herodes diikuti pewartaan Sang Guru Kehidupan di depan umum (Mrk 6: 14-29). Wafatnya Sang Guru Kehidupan di kayu salib dan kebangkitan-Nya menjadi permulaan terbentuknya Gereja. Dua hal yang agak mirip.
Kematian itu bukan akhir, tetapi permulaan hidup baru. Seperti biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati menghasilkan banyak buah (Yoh 12: 24), demikian pula kematian mulia akan menumbuhkan hidup baru yang abadi dan jauh lebih bermakna.
Yohanes Pembaptis dibunuh karena kebencian dari Herodias, isteri Herodes. Dia menaruh dendam kepada Yohanes yang menegur Herodes karena mengambil isteri saudaranya, yakni Herodias itu (Mrk 6: 18).
Sang Guru Kehidupan juga jadi korban kebencian sebagian orang Yahudi. Mereka merasa bahwa ajaran dan kritik dari Sang Guru mengusik mereka. Lalu, mereka meminta supaya Pilatus menjatuhi Dia hukuman mati.
Itu dua peristiwa yang penyebabnya hampir serupa. Apakah kebetulan? Sepertinya tidak. Hingga kini masih ditemukan peristiwa serupa.
Para pemimpin dan pengajar jalan yang benar dan baik kerap berhadapan dengan kelompok pembenci yang terganggu kepentingannya. Kendati sudah bekerja dengan sungguh melayani rakyat, tetap saja mereka difitnah dan dihujat.
Sejarah itu bukan sesuatu tentang masa lampau yang bisa diabaikan. Sejarah berulang.
Pembunuhan Yohanes Pembaptis dan Sang Guru Kehidupan menegaskan bahwa orang baik dan benar sulit diterima oleh mereka yang bengkok jalan hidupnya. Karena itu, orang perlu mewaspadai terulangnya hal serupa.
Jumat, 4 Februari 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O.Carm.