1 min read
14 Apr
14Apr
Suara Keheningan | RP. Inosensius Ino, O.Carm

Di ujung senyap sebuah hari
ketika doa telah larut dalam malam
dan nyala lilin tinggal sisa api
aku datang—bukan dengan kemenangan,
melainkan dengan hati yang perlahan hancur,
namun ingin tetap mencinta... 

Tuhan,
aku adalah hamba-Mu yang diam
bukan dalam kekuatan,
melainkan dalam luka yang kupeluk sebagai altar.
Seperti Sang Hamba dalam nubuat purba,
aku tak bersuara...
namun jiwaku berteriak untuk Engkau dengar. 

Aku datang membawa buli-buli hatiku
seperti Maria dari Betania—
tak tahu arti semua ini,
namun tahu: Engkaulah segalanya.
Narwastu itu kutumpahkan tanpa logika,
sebab cinta tak bisa dijelaskan
hanya bisa dijalani—dan mungkin,
ditangisi dalam pelukan-Mu. 

Tuhan,
seperti Abraham
aku pernah tertawa melihat janji-Mu
dan kini,
Engkau meminta kembali Ishak yang kutunggu seumur hidup.
Mengapa cinta selalu mengandung kehilangan?
Mengapa kasih sejati
harus berjalan naik ke Gunung Moria? 

Dan di antara semua yang agung,
aku bertemu Theresia—si kecil dari Lisieux,
yang tidak meminta menjadi api,
tapi hanya percikan cahaya.
Ia tak mengubah dunia
tapi ia menyentuh hati-Mu
dengan setiap jarum yang ia pungut
dan senyuman yang disembunyikan dari dunia. 

Aku pun ingin, Tuhan,
menjadi cinta kecil di jantung Gereja,
menjadi bunga yang tak dikenal
namun mekar di sudut taman surga-Mu. Aku ingin mencintai dalam diam
memaafkan tanpa pengakuan
membasuh luka yang bukan milikku
dan mengamini malam yang tanpa jawaban. 

Tuhan...
jika hidupku adalah salib kecil
biarlah salib itu mengakar di taman cinta
dan bila aku harus hancur,
hancurkanlah dalam pelukan-Mu
agar serpihanku menjadi benih bagi sesama. 

Aku tidak mau menjadi penting,
aku hanya ingin berarti bagi-Mu. 

Retret ini bukanlah akhir
tapi pintu kembali ke tempat aku diutus:
dapur yang sunyi,
kapel yang dingin,
senyum yang tak dibalas,
dan doa-doa yang terasa tak sampai. Namun aku tahu,
Engkau ada di sana.

Dan bila tak seorang pun melihat aku,
Engkau menatapku dengan mata yang penuh kasih,
seperti Bapa memandang anak yang mempersembahkan segalanya,
tanpa mengerti...
tapi percaya. 

Ya Tuhan... Biarlah aku menjadi bunga kecil di taman-Mu.
Tak terkenal.
Tak dikagumi.
Tapi mekar penuh kasih
hingga harumku naik
ke surga. Dan Engkau pun berbisik: “Itu hamba-Ku yang Kupilih—
yang Kupegang erat dalam kasih-Ku.”
Amin.

Ino Sigaze, Mageria: 14 April 2025

Comments
* The email will not be published on the website.