Suara Keheningan |RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Sebagian orang suka mengadakan perjalanan seorang diri. Menaiki sepeda keliling ke beberapa negara, misalnya. Ada pula yang meninggalkan keramaian dan menyendiri di tempat terpencil dan sepi. Masing-masing mempunyai nilainya sendiri.
Bersepeda keliling dunia seorang diri bisa dinikmati, karena orang bebas bergerak sesukanya. Namun, pergi bersama pun tidak kalah nikmatnya.
Alangkah berbeda pergi seorang diri dari berjalan-jalan bersama sanak-saudara, sahabat atau kawan. Tatkala menikmati keindahan alam, orang bisa mencurahkan perasaan hati karena mengagumi keagungan karya dari Yang Ilahi. Karena itu, aku selalu senang menemani tamu berjalan-jalan tatkala mereka mengunjungiku.
Orang mengadakan rekreasi bersama untuk membuat ikatan sosial makin erat, relasi dengan sesama lebih kuat. Terlalu indah dunia ini untuk dinikmati seorang diri.
Dalam menikmatinya, kita membutuhkan sahabat-sahabat. Demikian pula dalam perjalanan hidup, kita memerlukan teman. Mereka membimbing kita dan peduli kepada kita, menantang kita dalam kasihnya dan menghibur kita saat kita dirundung duka.
Sahabat itu pemberian gratis dari Allah yang diberikan-Nya ketika kita sungguh membutuhkannya. Dalam keterbatasannya mereka bisa menjadi penunjuk jalan bagi perjalanan kita menuju kepada "Kasih Allah yang tidak terbatas dan tanpa syarat."
Ikatan persahabatan tidak berakhir dengan kematian. Mereka yang sudah mendahului kita tetap ada bersama kita dalam cara yang berbeda. Bukankah kita dipanggil untuk masuk ke dalam persekutuan para kudus? Artinya, bersatu dalam keluarga Allah dengan mereka yang sudah meninggal.
Kalau berjalan bersama rekan dan kerabat untuk menikmati hidup ini saja begitu membahagiakan, alangkah bahagianya hidup bersama mereka dalam persekutuan kekal. Bukankah di sana kita bersama "sahabat sejati," yakni Tuhan Allah, sumber kebahagiaan sejati?
Salam dan Tuhan berkati
SOHK, Rabu 3 Mei, 2023AlherwantaRenalam 123/23