Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Hidup kekal dalam alam kebangkitan telah menimbulkan banyak pertanyaan. Ada yang memahami secara salah; ada pula yang secara tepat mengerti.
Orang-orang Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan orang mati menunjukkan satu contoh salah paham itu. Mereka bertanya tentang kebangkitan berdasar pikiran duniawi ini. Maksudnya? Begini inti pertanyaannya.
Ada seorang perempuan yang dinikahi dan suaminya meninggal tanpa meninggalkan anak. Menurut adat Yahudi, saudara lelakinya mesti mengawini si janda untuk membangkitkan keturunan. Lelaki itu punya enam saudara. Semua menikahi sang janda dan semuanya (tujuh bersaudara itu) tidak punya anak.
Di alam kebangkitan nanti, isteri siapakah perempuan itu? Pertanyaan ini sangat masuk akal bukan? Benar, kalau hidup dalam dunia kebangkitan itu dimengerti sebagai kelanjutan hidup duniawi, di mana orang kawin dan dikawinkan. Ada relasi sosial dan seksual.
Namun, dalam kebangkitan nanti itu semua tidak diperlukan. Relasi antar manusia, termasuk relasi seksual digantikan oleh relasi sempurna manusia dan Tuhan. Kenikmatan duniawi disempurnakan dalam kebahagiaan surgawi. Orang tidak butuh keturunan, karena hidup secara abadi.
Sulit dibayangkan? Ya, iyalah. "Wong" kita masih hidup di dunia yang terbatas dan fana. Kebangkitan orang mati itu tak terbatas dan baka.
Sang Guru Kehidupan bersabda, "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan" (Luk 20: 34-36).
Hidup dalam kebangkitan merupakan hidup baru. Bukan kelanjutan dari hidup di dunia. Manusia akan hidup seperti malaikat; berbahagia bersama Allah. Memuji-Nya selamanya. Tidak perlu mikir tentang kawin dan dikawinkan; tentang ini isteri siapa atau suami siapa.
Jadi, hidup dalam kebangkitan itu tidak sama dengan hidup duniawi. Dua dunia yang berbeda.
Sabtu, 20 November 2021RP Albertus Agung Herwanta, O. Carm.