Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta,O.Carm
Dua orang itu dilahirkan di tempat yang terpisah; berjauhan. Pun pada tanggal yang berbeda jauh. Satu pada tahun tujuh puluhan dan yang lain akhir sembilan puluhan. Nasibnya juga sangat berbeda. Satu sebagai pembantu dan yang lain adalah anak majikan.
Namun perbedaan itu sama sekali tidak memisahkan mereka. Semua dirajut oleh satu kekuatan, yakni kasih alamiah.
Sang majikan yang kini sudah mulai besar itu jauh merasa lebih dekat dan sayang kepada si pembantu daripada kepada mereka yang menghadirkannya di atas bumi ini. Aneh, tapi nyata.
Ketika kedua orangtuanya pergi, tiada rasa terusik di hati. Namun, saat tahu bahwa pembantunya akan berlibur, semalaman dia tidak bisa tidur. Keduanya seolah bakal tercebur dalam rasa hampa luar biasa; hatinya nyaris hancur.
Memang, sebagian pahlawan devisa yang mengadu nasib di negara yang kini telah kembali ke pangkuan negeri panda menyimpan mutiara cinta yang luar biasa. Mereka tidak hanya mencoba memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi menaburkan benih kasih tak ternilai.
Mereka tidak hanya berbahasa Kanton secara lancar, melainkan mengekspresikan rasa dan relasi dalam cinta yang memancar. Pun komunikasinya bukan sekadar fenomena bahasa dan budaya.
Kisah dari kehidupan sehari-hari yang tenggelam di tengah kesibukan masyarakat Hong Kong itu bukan omong kosong; juga bukan mimpi di siang hari bolong. Itu didukung oleh kesaksian dari mereka yang menjalaninya
Relasi cinta mereka itu bukan cinta eros-seksual. Bukan pula filia atau kasih antar sahabat. Mungkin lebih mendekati agape. Tetapi juga tidak sepenuhnya. Lalu, disebut cinta apa? Barangkali layak disebut kasih lintas batas.
Salam dan Tuhan berkati.
Senin, 10 Juli, 2023AlherwantaRenalam 190/23