Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Sebagaimana cinta tak terpisahkan dari korban, demikian pula penderitaan selalu bersanding dengan kesedihan. Namun, kasih yang berpasangan dengan penderitaan membuahkan keselamatan. Itulah yang tampak dalam pribadi Tuhan Yesus dan Bunda Maria.
Dua tokoh sejarah keselamatan ini bagai tidak terpisahkan. Mereka sangat dekat dan nyaris menyatu dengan salib, sekolah cinta dan penderitaan yang menjadi jalan paling mulia bagi keselamatan dunia.
Nilai kasih, derita, dan pengorbanan itu tampak jauh lebih bersinar ketika memancar dari orang besar. "Sekalipun Anak Allah, Yesus telah belajar menjadi taat; dan ini ternyata dari apa yang telah diderita-Nya. Dan sesudah mencapai kesempurnaan, Ia menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua yang taat kepada-Nya" (Ibrani 5:8-9).
Sang Bunda yang berada tidak jauh dari puteranya mengambil bagian dalam cinta dan derita-Nya. Dia tidak hanya hadir dan melihat sang putera mengalami mahkota derita-Nya, melainkan dalam kesedihan memeluk dan menyatu dengan Dia.
"Waktu Yesus bergantung di salib, di dekat salib itu berdirilah ibu Yesus" (Yohanes 19:25). Sang ibu yang melahirkan Yesus berada bersama dengan sang putera yang sedang melahirkan keselamatan dunia.
Dari atas kayu salib, Yesus menyerahkan sang ibu untuk menjadi ibu bagi murid-Nya dan sang murid menjadi anaknya (Yohanes 19:26-27). Tidak ada seorang pun murid Yesus yang terpisah dari Maria, Bunda-Nya.
Status itu mengandung konsekuensi dan risiko, yakni bahwa mereka mesti membawa kasih dan korban bersama dengan penderitaan dan kesedihan salib. Sebagai saudara-saudari Yesus dan putera-puteri Maria, mereka boleh belajar menanggung kesedihan bersama sang bunda.
Para pengikut Yesus yang karena imannya menanggung penderitaan dan kesedihan dapat memandang kepada sang bunda. Di sana, mereka menemukan Bunda Maria yang bersama Tuhan Yesus meneguhkan mereka.
Jumat, 15 September 2023Peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita Alherwanta, O.Carm.