Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Kesabaran termasuk salah satu keutamaan terpenting bagi hidup seseorang. Sepanjang zaman diperlukan; mulai dari saat orang berpindah lokasi hanya dengan berjalan kaki hingga kini orang bisa terbang ke luar dari bumi.
Karena kesabaran itu sifatnya fundamental, banyak agama mengajarkan tentang hal itu. Ada yang menghubungkannya dengan sifat kasih, hakikat manusia (1 Kor 13: 4-8).
Manusia memerlukan kesabaran saat mesti mencintai dan memahami sesamanya. Betapa sering orang kehilangan kesabaran di sana.
Alih-alih memahami, karena kurang sabar orang cepat-cepat menghakimi. Ada pula yang buru-buru mempersalahkan sesamanya.
"Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu" (Yak 5: 9).
Orang diingatkan juga untuk bersabar, terutama di tengah penderitaan. "Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan.
Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan" (Yak 5: 10-22).
Dalam perkawinan, kesabaran itu tampak ketika kasih dan relasi diuji. Mereka yang setia dan bersabar tetap saling mencintai dan mengerti. Tetapi mereka yang hanya melihat dari sudut kepentingan sendiri mudah terpancing emosi. Lalu keluar kata "Sabar itu punya batas!" Tidak jarang habisnya kesabaran berakhir pada keputusan final yang menyedihkan (Mrk 10: 1-12).
Dalam situasi demikian manusia tidak bisa mengandalkan sumber kesabarannya sendiri yang bisa habis. Orang mesti datang kepada Tuhan, karena Dia panjang sabar dan penuh kasih setia (Mzm 103: 8). Di sanalah orang bisa selalu menimba daya kesabaran.
Jumat, 25 Februari 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.