1 min dibaca
14 Feb
14Feb
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Beberapa hari yang lalu kita membaca tentang kisah penciptaan langit dan bumi serta manusia. Kita juga membaca tentang Tuhan Allah yang menyediakan segala sesuatu bagi manusia. Dia menempatkan manusia di Taman Eden. Hari ini, kita membaca tentang jatuhnya manusia ke dalam dosa (Kejadian 3:1-8). Ada banyak hal yang bisa kita renungkan dari perikop itu. Salah satunya adalah seni mendengarkan. 

Manusia telah mendengar yang Tuhan pesankan kepada mereka. "Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati" (Kejadian 3:3). Namun manusia juga mendengar suara dari ular, "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat" (Kejadian 3:4-5). 

Perempuan yang Tuhan ciptakan itu mendengarkan suara ular itu dan mengambil buah pohon itu dan memakannya, lalu memberikannya kepada suaminya yang memakannya pula (Kejadian 3:6). Singkatnya, mereka telah mendengarkan suara ular itu. 

Pengalaman itu rupanya menjadi warisan bagi semua keturunannya. Mereka mesti mendengarkan dua macam suara, yakni suara Tuhan dan setan. Yang pertama membimbing manusia kepada kebaikan dan keselamatan. Suara yang kedua menyesatkan dan mencelakakan. 
Seperti manusia pertama melihat tawaran setan itu sebagai baik dan menyenangkan, demikian pula hingga hari ini tawaran dari setan. Seperti hasil akhir dari mendengarkan suara setan adalah dosa dan kematian, itulah yang masih terjadi hingga saat ini. 

Injil hari ini menceritakan tentang Yesus yang menyembuhkan orang yang tuli dan gagap (Markus 7:31-37). Dengan bersabda, "Efata" (terbukalah), Yesus membuka kembali telinga orang tuli itu sehingga dia bisa mendengar.

Yesus mampu membuka telinga yang tuli. Dia juga dapat membuka telinga hati untuk mendengarkan hati nurani dan suara ilahi. Kini, kita hidup di tengah dunia yang gaduh. Suara itu tidak hanya memekakkan telinga, melainkan juga hati. Akibatnya, orang sulit membedakan mana suara Tuhan dan mana suara setan. 

Sabda Tuhan hari ini mengingatkan orang untuk berhati-hati dalam mendengarkan. Hendaknya orang senantiasa waspada terhadap suara setan dan penuh perhatian terhadap suara Tuhan. Cara kita mendengarkan amat menentukan kehidupan kita. Semoga Tuhan membuka telinga dan hati kita untuk mendengarkan suara-Nya. Hidup ini tidak lepas dari seni mendengarkan. 

Jumat, 14 Februari 2025Peringatan Santo Sirilus, Rahib dan Metodius, Uskup HWDSF

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.