Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Agama yang isi ajarannya bertentangan satu sama lain membingungkan dan meragukan. Tidak dapat dipercaya; apalagi dijadikan pegangan hidup.
Bagaimana dengan ajaran Injil? Di satu pihak Sang Guru Kehidupan mengajarkan agar orang mengasihi. Dia menegaskan pula pentingnya sikap hormat kepada ayah dan ibu. Tetapi, hari ini Dia bersabda, "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku" (Luk 14: 26).
Bagaimana memahami ajaran ini? Hati-hati. Sang Guru tidak mengajarkan sikap benci kepada orangtua dan sanak saudara. Namun Dia menegaskan pentingnya mengutamakan Tuhan di atas semua yang lain.
Dia juga bersabda, "Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku" (Luk 14: 27). Bobot ungkapan ini sama dengan yang dikatakan sebelumnya.
Inti dari dua ungkapan itu ialah bahwa mengikuti Dia memang amat mahal biayanya. Tidak bisa dibayar dengan uang, tetapi dengan sikap. Maksudnya?
"Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku" (Luk 14: 33). Ongkos yang mesti dibayarkan adalah sikap lepas bebas dari segala yang dimiliki; apapun itu. Totalitas.
Apakah berarti semua pengikut-Nya harus miskin, tanpa memiliki apapun di dunia ini? Tidak demikian. Yang diminta adalah tidak lekat kepada apapun. Jangan menganggap harta milik itu demikian penting sehingga menghambat manusia dalam mengasihi Tuhan.
Bukankah hukum kasih berbunyi, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu" (Mat 22: 37)? Mengasihi dan mengikuti Tuhan memang menuntut totalitas.
Rabu, 3 November 2021RP Albertus Herwanta, O. Carm.