Suara Keheningan | RP. Inosensius Ino, O.Carm
Artikel ini pernah dimuat di sini: Menyukai Tanpa Memetik dan Memilikinya Halaman all - Kompasiana.com
Pagi ini mata saya terjebak pada kembang di taman dekat biara. Berat rasanya untuk hanya sekedar menatap sebentar, lalu pergi meninggalkannya. Apalagi pergi tanpa meninggalkan kenangan wajahnya.
Desakan dan bisikan suara dari kedalaman kalbu begitu kuat datang ke hati dan pikiran saya. "Ayolah sekarang buatkan beberapa foto di saat kembang itu sedang mekar! " begitu katanya.
Tak sanggup menolak. Beberapa langkah berbalik arah ditempuh menuju taman kecil itu untuk menyimpan kenangan bersamanya.Semula saya hanya mengagumi keindahannya. Namun, ketika batin saya puas dengan keindahannya, muncul pikiran bahwa mengapa keindahan yang sama tidak saya bagikan kepada orang lain?
Dari pikiran itulah, saya coba mengirimkan bunga yang belum saya ketahui namanya itu kepada beberapa orang dan beberapa grup whatsapp. Reaksi mereka berbeda-beda, namun semuanya positif. Ada yang menulis begini, "Wow indah sekali; kembang apa itu namanya ya?; Oh indah sekali".
Entah kenapa, keindahan itu selalu menggoda imajinasi. Anehnya, saya baru sadar tentang godaan terbesar dari keindahan itu sendiri. Tapi, sudahlah, tidak perlu juga menyesal. Dari godaan pada imajinasi itulah, saya coba mengungkapkannya dalam barisan kata-kata.
Kesadaran lain yang terus mendekati saya adalah bahwa saya tidak puas dengan apa kata orang tentang keindahan setangkai bunga yang tanpa namanya.Oleh karena itu, saya sendiri perlu menulisnya. Ya, menulis tentang perjumpaan dengan bunga di taman pada suatu pagi di bulan April 2023.
Tidak sedikit orang yang melarang dan bahkan menganggap itu dosa kalau di bulan puasa melihat bunga-bunga yang indah. Aneh bukan? Maaf jangan lupa, saya menulis ini dari ruang imajinasi yang sedang digoda oleh keindahan.
Foto: Ino Sigaze
Ingin sekali berdiri lama bersama bunga-bunga yang sedang mekar itu. Namun, kata hati ini sungguh menantang, "Kamu boleh menulis tentangnya, tapi kamu tidak boleh memetik dan membawanya".
Duh... andaikan menjadi buta mungkin saja godaan keindahan itu tidak datang. Jika aku buta, maka saya tidak tahu apa itu warna merah, kuning dan putih bunga-bunga di taman itu.
Andaikan buta, maka imajinasi tidak mungkin terjepit oleh godaan keindahan.Mata saya tidak hanya terpaut pada warna putih yang cerah dan menawan, sejuk dan teduh itu, kali ini ada penampakan bunga kuning yang menyerupai piala.
Foto: Ino Sigaze
Wajah dan posturnya menyeret jauh imajinasiku ke dunia kehidupan yang selalu menjadi pegangan saya. Ah, kenapa bunga kuning itu serupa piala. Imajinasi itu memang terkadang begitu liar. Kadang imajinasi tidak terbendung oleh dinding dan aturan apapun yang ada.
Siapa di dunia yang pikirannya hanya terarah pada satu hal sesuai dengan apa yang dilihatnya?Asosiasi dan refleksi, imajinasi dan kreasi pikiran manusia memang tidak bisa dibendung oleh orang yang bukan pemiliknya sendiri.
Ya, hanya saya yang bisa menata dan mengarahkannya. Hanya pemilik imajinasi itu yang bisa memanage pikirannya. Keindahan bunga di taman, ternyata tidak hanya sekedar perkara indah dan imajinasi yang liar, tapi juga berkaitan dengan cara menatanya hingga bermakna dan menginspirasi.
Oh ternyata, bukan cuma soal godaan keindahan yang berdiri dekat dengan keindahan bunga, tapi juga soal kemewahan. Dunia kemewahan zaman ini sering menggoda manusia dan kehidupan banyak orang hingga riuh, resah dan rusuh. Saya jadi mengerti itu saat melihat foto di bawah ini:
Tak menduga bahwa persinggahan singkat di pagi hari ini di sebuah taman kecil dekat biara menyemburkan buih pesan yang menantang dan menggugat hidup saya sendiri.
Waspada, kembang di taman itu hanya muncul sebentar di musim semi, lalu gugur pada masanya, beberapa bulan ke depan. Kemewahan itu cuma seperti parkiran sementara, pada saatnya akan pindah dan berubah, mungkin cuma tinggalkan cerita bahwa pada suatu masa pernah punya segalanya.
Salam berbagi, ino, 3.04.2024.