Suara Keheningan | RP. Inosensius Ino, O.Carm
Bacaan pertama memberikan gambaran yang unik dan indah kepada kita: serigala akan tinggal bersama dengan domba, macan tutul akan berbaring di samping kambing, anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, lembu dan beruang akan makan rumput bersama, dan anak-anaknya akan berbaring bersama.
Bahkan bayi akan bermain dekat liang ular tedung, dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak.Nabi Yesaya, melalui gambaran ini, ingin menunjukkan kuasa dari seorang pemimpin yang dijanjikan Tuhan, yang penuh dengan Roh Allah.
Pemimpin ini akan menghakimi orang lemah dengan adil dan menghakimi orang tertindas dengan kejujuran. Pemerintahannya akan dipenuhi dengan kebenaran dan kesetiaan, menghasilkan suasana damai yang mustahil, seperti serigala tinggal bersama domba. Pemimpin yang diramalkan oleh nabi Yesaya adalah pemersatu, yang mencintai perbedaan dan menghilangkan permusuhan serta keinginan untuk melukai.
Sebagai ilustrasi, seorang harimau lapar yang melindungi anak rusa mencerminkan keanehan yang sebenarnya. Nabi Yesaya memberikan jawaban: Tidak akan ada yang berbuat jahat di seluruh gunung-Ku yang kudus, karena seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan.
Ada dua makna: pertama, pancaran kekudusan Tuhan menghasilkan pengampunan dan kasih. Kita dapat merasakan kekudusan Tuhan saat kita menerima perbedaan dan mengasihi yang lemah.
Kedua, orang yang berbuat jahat tidak mengenal Tuhan, sementara mereka yang mengenal Tuhan akan merasakan kasih-Nya setiap hari. Dalam bacaan kedua, Rasul Paulus mengingatkan kita untuk menerima satu sama lain seperti Kristus menerima kita, demi kemuliaan Allah. Menerima orang yang menjengkelkan kita adalah bagian dari merasakan kekuatan damai dalam hati kita.
Bacaan Injil hari ini memberikan gambaran keras tentang kapak yang sudah tersedia pada akar pohon, dan pohon yang tidak menghasilkan buah baik akan ditebang dan dibuang ke dalam api. Saya ingat kisah aneh pada tahun 1997-1998, ketika krisis ekonomi menyebabkan pohon kemiri tidak berbuah.
Namun, tindakan seorang bapak yang menguliti pohon itu justru membuatnya berbuah lebat. Ini mengingatkan kita bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil. Saya ingin menutup kotbah ini dengan cerita kemarin sore di pesisir kampung Paga. Saya bertemu empat anak: Michela, Ito, Rahmat, dan Liru. Liru memberi saya nama samaran, "Sule." Kami berbicara sambil melihat laut dan langit senja.
Pesan dari nama-nama mereka sejalan dengan bacaan hari ini. Michael dalam bahasa Ibrani artinya "siapa seperti Allah?" Anak-anak kecil seperti Allah: jujur dan lemah. Mereka meninggalkan pesan bahwa kasih Tuhan tidak pernah hilang. Oleh karena itu, mari berdoa untuk perdamaian di tengah perbedaan.