1 min dibaca
11 Mar
11Mar
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Setiap orang dipanggil kepada kesucian. Suci atau "holy" berkaitan dengan keutuhan ("wholeness"). Artinya, kesucian itu lebih daripada kualitas pribadi tanpa dosa. Kesucian itu menunjuk pada integrasi dua sisi manusia: lahir dan batin, internal dan eksternal, serta individual dan sosial. 

Kesucian itu tampak dalam bersatunya pikiran dan perkataan, ucapan dan tindakan, kesalehan pribadi dan tindakan sosial, terutama terhadap mereka yang membutuhkan. Inilah salah satu tema yang menonjol dari bacaan-bacaan hari ini (Imamat 19:1-2.11-18 dan Matius 25:31-46). 

Bacaan pertama memuat instruksi panjang tentang hal-hal negatif yang manusia tidak boleh lakukan terhadap sesamanya seperti mencuri, berbohong, bersumpah dusta, memeras dan merampas, berbuat curang di pengadilan, menyebar fitnah, membenci, dan lain-lain. Hukum sosial mendasar ini berlaku sejak zaman Perjanjian Lama hingga saat ini. 

Mereka yang berhasil menghindari semua perbuatan tercela itu boleh dinilai sebagai suci seperti Tuhan (Imamat 19:2). Injil Matius 25:31-46 yang berisi tentang belas kasihan ("mercy") terhadap sesama menggarisbawahi larangan-larangan di atas dan menyempurnakannya ke dalam tindakan sosial yang selalu aktual. 

Dia menggambarkan kesucian sosial dalam bahasa sederhana dan mudah dipahami. Kesucian itu mahkota kehidupan yang dipenuhi dengan perbuatan baik terhadap sesama. "Mari, hai kamu semua yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan" (Matius 25:34). 

Demikianlah sabda Sang Raja Kehidupan kepada mereka yang berbelas kasih kepada sesamanya. "Sesungguhnya, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Matius 25:40). 

Sebaliknya, kepada mereka yang tidak peduli terhadap penderitaan sesama, Sang Raja bersabda, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah disediakan untuk iblis dan malaikat-malaikatnya" (Matius 25:41). Kesucian dan kebenaran berbuah hidup kekal, sedang kutukan dan kejahatan berakhir ke dalam tempat siksaan (Matius 25:46). 

Bacaan-bacaan hari ini menghubungkan kesucian dengan sikap penuh belas kasih dan perbuatan baik terhadap mereka yang membutuhkan pertolongan. Sang Raja tidak bertanya sama sekali tentang agama mereka. Yang terpenting itu bukan agama seseorang, melainkan bagaimana orang menghayati ajaran Tuhan sedemikian hingga mencapai kesucian individual dan sosial. Sudahkah kita menghayati ajaran Tuhan secara demikian? 

Senin, 10 Maret 2025HWDSF

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.