Suara Keheningan | RP. Inosensius Ino, O.Carm
Saudara-saudari terkasih, pernahkah kita merasa berjalan di lorong gelap kehidupan? Di saat kita tersandung oleh kesalahan, dicemooh oleh dunia, dan bahkan diragukan oleh diri sendiri?
Namun, dalam pekatnya malam, ada satu cahaya yang tidak pernah padam—cahaya kasih Tuhan yang menuntun kita pulang.Bacaan hari ini mengajak kita untuk merenungkan dua hal: meninggalkan kejahatan dan mengusahakan kebaikan. Tuhan menuntut kita bukan hanya untuk tidak berbuat jahat, tetapi juga untuk mengulurkan tangan kepada yang lapar, kepada mereka yang tertatih di perjalanan hidup. “Berikan rotimu,” kata firman itu, sebab yang lapar adalah saudaramu.
Dan ketika kita berbagi, Tuhan berjanji: terang akan merekah dalam hidup kita, seperti fajar yang mengusir malam, seperti mata air yang tak pernah kering.Lalu, kita melihat Yesus di tengah pemungut cukai dan para pendosa. Para ahli Taurat mencibir, kaum Farisi mencemooh. “Bagaimana mungkin seorang guru suci duduk bersama mereka yang kotor?” Tetapi Yesus, dengan kasih yang tak terbatas, menjawab dengan kehadiran-Nya sendiri.
Dia tidak menunggu orang-orang berdosa menjadi layak untuk mendekati-Nya. Dia justru menghampiri mereka, menatap mereka bukan dengan penghakiman, melainkan dengan panggilan: “Mari, ikutlah Aku.”Hari ini, kita diajak untuk melihat siapa diri kita di hadapan Tuhan. Apakah kita seperti Farisi, yang merasa benar dan menjauh dari mereka yang dianggap najis? Ataukah kita seperti pemungut cukai, yang tahu dirinya berdosa tetapi berani datang kepada Yesus, berharap akan belas kasih-Nya? Jawabannya ada di hati masing-masing.
Namun satu hal yang pasti: Tuhan tidak pernah menjauhi kita. Dia bukan Tuhan yang menunggu di kejauhan, melainkan yang datang, memanggil, dan membawa kita pulang. Dia menerangi jalan kita, membangun kembali tembok kehidupan yang runtuh, dan memberi kita sebuah rumah yang tak terguncangkan oleh badai dunia.Maka, mari kita menjawab panggilan itu.
Mari kita menjadi cahaya bagi sesama, memberi roti bagi yang lapar, dan membuka hati bagi mereka yang terhilang. Sebab di situlah Tuhan bersemayam—di tengah kasih, di tengah belas kasih, di tengah mereka yang berani kembali kepada-Nya.
Saudara-saudari, malam boleh gelap, tetapi fajar Tuhan selalu terbit bagi mereka yang berjalan menuju-Nya. Apakah kita siap melangkah menuju cahaya itu?