Suara Keheningan | RP. Inosensius Ino, O.Carm
Seperti angin yang berlalu tanpa disadari, demikianlah kasih Tuhan bagi umat-Nya. Ia memberi, menunggu, berharap, tetapi sering kali dikhianati. Seperti embun pagi yang segera lenyap, begitulah kesetiaan manusia—sekejap menghangatkan hati Tuhan, lalu menguap oleh dosa dan kesombongan.
Israel, bangsa pilihan, telah berpaling dari-Nya. Mereka menyebut nama Tuhan, tetapi hatinya terpaut pada ilah-ilah buatan tangan mereka sendiri. Mereka mengucapkan doa, tetapi langkahnya menjauhi kehendak-Nya. Tuhan memanggil, tetapi mereka tidak mendengar; Tuhan merindukan mereka, tetapi mereka sibuk dengan dunia.
Namun, lihatlah bagaimana kasih Tuhan tak pernah padam! Seperti seorang tabib yang melihat pasien sekarat, Ia tidak berdiam diri. Ia tahu Israel sakit parah—bukan karena tubuh mereka, melainkan karena hati yang keras dan jiwa yang jauh. Tuhan ingin menyembuhkan mereka. Ia ingin membalut luka-luka mereka dan menuntun mereka kembali ke dalam pelukan-Nya. Tapi bagaimana mungkin menyembuhkan seseorang yang tidak mau diobati? Bagaimana mungkin menyelamatkan seseorang yang menolak diangkat dari jurang kehancuran?
Renungkanlah, saudara-saudariku. Betapa sering kita menjadi seperti Israel! Kita menyebut Tuhan dalam doa, tetapi hati kita penuh ambisi duniawi. Kita membaca firman-Nya, tetapi kita tetap memilih jalan kita sendiri. Kita ingin berkat-Nya, tetapi menolak disiplin-Nya. Kita menginginkan kasih-Nya, tetapi enggan mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan kita.
Lalu datanglah Yesus, Sang Kasih yang hidup. Ketika dunia sibuk menghitung hukum mana yang paling utama, Ia menunjukkan bahwa semua hukum hanya bermuara pada satu hal: kasih. Kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Tetapi kasih ini bukan sekadar teori atau kata-kata indah dalam kitab suci. Kasih ini adalah tindakan, pengorbanan, dan ketulusan. Kasih ini adalah Yesus sendiri, yang merentangkan tangan-Nya di kayu salib agar kita tahu betapa besar cinta Tuhan bagi kita.
Hari ini, Tuhan bertanya kepadamu: Apakah engkau mau kembali? Apakah engkau mau berhenti mencari “allah-allah” kecil dalam hidupmu—uang, jabatan, pengakuan, atau kesenangan duniawi—dan kembali kepada-Nya? Apakah engkau mau membiarkan Dia menyembuhkan luka-luka hatimu dan menuntunmu dalam jalan yang benar?
Saudara-saudariku, jangan biarkan kasih ini berlalu begitu saja. Jangan seperti Israel yang menunggu sampai segalanya hancur sebelum menyadari bahwa hanya Tuhan yang bisa menyelamatkan. Baliklah sekarang, selagi suara-Nya masih memanggil, selagi tangan-Nya masih terbuka, selagi kasih-Nya masih menantimu.Tuhan tidak pernah berhenti mencintaimu. Apakah engkau mau menjawab cinta-Nya hari ini?