Suara Keheningan | RP. Inosensius Ino, O.Carm
Allah dalam Perjanjian Baru adalah Allah dalam Perjanjian Lama yakni Allah yang tersembunyi dan misterius, tetapi pada saat yang sama Allah yang "turun" untuk memperlihatkan diri dan berinteraksi dengan kehidupan manusia.
Penginjil Yohanes menulis, "Kami telah melihat kemuliaan-Nya," yang mengacu pada kemuliaan Putra, yang sebenarnya adalah kemuliaan Bapa: keagungan kesucian-Nya dan kekuatan kasih-Nya. Kita juga telah menerima Roh yang membuat kita menjadi anak-anak Allah. "Roh sendiri memberi kesaksian tentang roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah" (Roma 8:16).
Pada waktu keluar dari Mesir dan di Gunung Sinai, Yahweh membuktikan diri-Nya sebagai Tuhan yang hidup di hadapan Musa dan semua orang. Dia memiliki kualitas yang berbeda, bahkan bertentangan.
Dia adalah yang suci dan tidak bisa dijangkau, tetapi juga Tuhan yang dekat dan penuh kasih. Dalam Perjanjian Lama, orang yang bersalah dan membutuhkan mengharapkan belas kasihan dan kesetiaan Allah. Tuhan juga tetap setia kepada orang-orang yang tidak setia dan mengiringi mereka dalam perjalanan hidup mereka. Kesetiaan-Nya tidak tergantikan.
Bacaan-bacaan yang dihadirkan pada perayaan Tritunggal Mahakudus ini dimulai dengan kegembiraan dan berakhir dengan rahmat, kasih, dan persatuan yang merupakan karunia dari Tritunggal Allah.
"Cinta Tuhan" terwujud dalam "rahmat Tuhan Yesus Kristus" dan terbukti dalam gereja sebagai "persekutuan Roh Kudus". Oleh karena itu, Tritunggal Allah bukanlah misteri yang jauh dan terpisah; dalam Yesus Kristus, Allah yang tersembunyi telah menyatakan diri-Nya; Dia hadir dalam masa sekarang dan masa depan kita.
Allah Putra dan kasih: inilah Tritunggal yang dibahas dalam Injil hari ini (Yoh 3:16). Tindakan penebusan yang dilakukan oleh Putra ditanggung oleh Allah dan oleh kasih: oleh Bapa dan Roh Kudus.
Dalam pribadi Yesus, kita dapat melihat sang ayah dan mengalami kasih yang sejati. Tetapi tempat di mana manusia menemukan kasih Allah adalah tempat di mana keputusan besar dibuat.
Tuhan adalah komunitas yang terus memberi dan menerima. Namun Dia tidak berdiam diri dalam diri-Nya sendiri. Keputusan untuk memberi diri-Nya adalah sifat-Nya, memberikan diri-Nya dalam kasih kepada dunia dan manusia. Persekutuan gereja yang kita rayakan saat ini dimaksudkan untuk menjadi cerminan dari kasih itu.
Mampukah kita memancarkan cahaya kasih Allah kepada dunia dan manusia saat ini?
Teresa dari Avila, seorang santa dan mistik Spanyol abad ke-16, memiliki pengalaman spiritual yang mendalam dan pemahaman tentang Trinitas. Dalam tulisannya dia berbicara tentang Tritunggal sebagai misteri cinta dan kesatuan ilahi.
Teresa dari Avila mengakui bahwa Tritunggal terdiri dari tiga pribadi: Allah Bapa, Allah Anak (Yesus Kristus) dan Allah Roh Kudus. Namun, dia menekankan bahwa ketiga pribadi ini tidak dapat dipisahkan dalam persatuan dan cinta mereka. Bagi mereka, Tritunggal adalah ekspresi persekutuan dan pengabdian ilahi.
Dalam tulisannya, Teresa dari Avila juga menggambarkan hubungan antara jiwa dan Trinitas. Dia menekankan pentingnya persatuan jiwa dengan Tuhan dan partisipasi dalam cinta ilahi. Teresa berbicara tentang perjalanan batin jiwa menuju penyatuan dengan Tritunggal, yang dapat dicapai melalui doa, meditasi, dan pengalaman mistis.
Teresa dari Avila terpesona oleh kedalaman dan misteri Trinitas. Dia menekankan bahwa Tritunggal adalah sumber cinta, kenyamanan, dan bimbingan bagi orang percaya. Bagi mereka, Tritunggal adalah jalan menuju kesempurnaan spiritual dan persatuan yang mendalam dengan Tuhan.
Penting untuk diperhatikan bahwa Teresa dari Avila menggunakan istilah kiasan dan kiasan dalam bahasanya dan penjelasannya tentang Trinitas untuk menggambarkan sesuatu yang pada akhirnya melampaui imajinasi dan pemahaman manusia. Kata-kata dan pengalamannya mencerminkan keyakinan pribadinya dan hubungan mistisnya dengan Trinitas.